Kenapa Kekudusan Itu Penting?

Ada dua hal penting dari kedatangan Yesus sebagai manusia, pertama Ia menjadi korban penebus dosa bagi kita di Golgota, dan kedua sesudah kenaikan-Nya ke Sorga, Ia mengurapi murid-murid- Nya dengan Roh Kudus. Pada waktu Roh Kudus menjamah hati kita sehingga sungguh menyadari dosa dalam lubuk hati yang paling dalam, menyesalinya, kemudian dengan komitmen kuat, serius, kita bertobat, maka Roh Kudus dianugerahkan kepada kita. Tuhan tinggal di dalam hati kita. Kita diselamatkan.

Peristiwa keselamatan, hanya terjadi sekali dalam hidup kita, bukan  terjadi berulang-ulang, Jadi tidak ada,  kelahiran kembali hanya terjadi sekali.

Tetapi, sesudah diselamatkan kita tidak serta merta menjadi kudus sama seperti Tuhan Yesus. Hidup kudus adalah hasil sebuah proses, proses pengudusan yang berlangsung seumur hidup. Semakin lama, kita dibentuk semakin serupa dengan Tuhan Yesus.

Dalam Perjanjian Lama kita belajar dari pertemuan umat Israel dengan Tuhan di padang gurun Sinai, betapa kudusnya Tuhan.

Sebelum bertemu dengan Tuhan, umat Israel harus menguduskan diri. Mereka tidak diperkenankan mendekati gunung Sinai, tempat dimana Tuhan akan menampakkan kemulian-Nya. Apabila mereka melanggarnya, akan dihukum mati. Baru sesudah sangkakala berbunyi tua-tua Israel bisa memasuki lereng Gunung Sinai. Tetapi hanya Musa sendiri yang naik ke puncak gunung untuk menemui Tuhan.

Ketika diizinkan melihat kemuliaan Tuhan di atas tahtanya, Yesaya berkata dalam Yes. 6:5, “Lalu kataku: “Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam.”  Kekudusan Tuhan menyebabkan Yesaya tidak tahan berdiam di sekitar tahta Tuhan.

Dalam Kel. 33:20, Tuhan berkata kepada Musa: “Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup.” Tuhan adalah maha kudus, tidak ada manusia yang tahan memandang wajah-Nya.

Kesimpulannya,  harus menguduskan diri dalam pertemuan dengan Tuhan, karena Tuhan adalah Maha Kudus. Kekudusan adalah hal yang sangat penting dalam berhubungan dengan Tuhan. Pendek kata, kita tidak bisa berhubungan, berkomunikasi dengan Tuhan, tanpa kekudusan. Tanpa kekudusan doa kita tidak didengarkan Tuhan bahkan ibadah kita menjadi tidak berarti.

Kita perlu belajar kembali tentang kekudusan hati kita ketika berhubungan dengan Tuhan. Acara ibadah perlu dipersiapkan dengan pengudusan diri oleh para pelayan, baik yang menjadi anggota tim pujian, pemain musik, penyambut tamu, liturgos,  terutama hamba Tuhan yang akan menyampaikan firman Tuhan. Bukan hanya para pelayan, jemaat yang datang beribadah juga perlu mempersiapkan diri. Dengan sikap seperti ini, ibadah kita punya kuasa karena Roh Kudus bebas berkarya.

Ketika  Raja Daud memindahkan tabut perjanjian  (yang berisi dua loh batu yang diterima Musa dari Tuhan), ia melakukannya dengan penuh rasa takut dan hormat, seperti tertulis dalam 2 Sam. 613-14: “Apabila pengangkat-pengangkat tabut TUHAN itu melangkah maju enam langkah, maka ia mengorbankan seekor lembu dan seekor anak lembu gemukan. Dan Daud menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga; ia berbaju efod dari kain lenan”.  Bayangkan, tidak terhitung banyaknya lembu yang dikorbankan Daud untuk membawa tabut perjanjian itu ke Yerusalem. Ini semua memperlihatkan betapa seriusnya suatu acara, prosesi atau pekerjaan dimana lambang Tuhan ada didalamnya.

Kekudusan sangat penting, sangat serius. Menyampingkan kekudusan, memandang sepele kekudusan, menyebabkan banyak orang Kristen, keluarga Kristen bahkan gereja-gereja Tuhan jatuh ke dalam pencobaan yang mengakibatkan kepahitan,penderitaan, kekecewaan yang berkepanjangan.

Dalam Roma 8:1-9, Paulus ini menulis ada dua jenis kehidupan , dan tidak ada jenis lain diantaranya, yaitu kehidupan kudus dan kehidupan yang tidak kudus (kehidupan berdosa). Kehidupan kudus adalah kehidupan yang dipimpin oleh Roh, kehidupan dalam kebenaran, kehidupan yang damai dan sejahtera. Kehidupan tidak kudus adalah kehidupan yang dipimpin oleh hawa nafsu kedagingan, kehidupan berdosa, kehidupan dalam perseteruan dengan Tuhan. Hidup kudus adalah hidup menurut Roh sedangkan hidup tidak kudus adalah hidup menurut daging.

Dalam Roma 8:9,  dengan tegas Paulus mengatakan bahwa seorang yang tidak didiami oleh Roh Kudus bukan milik Kristus. Kalau bukan milik Kristus berarti kita  milik si iblis. Sebaliknya dengan tegas pula ia mengatakan dalam Roma 8:14, bahwa orang yang memiliki Roh Kudus adalah anak Allah.

Dari  Ibrani 12:5-14,  dapat kita baca, sebagai anak Tuhan, kita mendapatkan pendidikan dan pengajaran secara langsung dari Tuhan yang tujuannya disebutkan dalam ayat 10, yaitu supaya kita mendapat bagian dalam kekudusan-Nya. Dalam ayat 6  dipakai kata “menghajar”  dan “menyesah”, berarti pendidikan dan pengajaran yang kita terima bersifat keras, sama seperti yang diberikan kepada prajurit-prajurit pasukan komando. Proses pengudusan ini bertujuan membuat kita menjadi lebih kudus.

Tuhan, Bapa Sorgawi jauh lebih bijaksana dari pada bapa duniawi. Kalau bapa duniawi saja punya alasan dan tujuan ketika mendidik anak-anaknya, apalagi Bapa Surgawi. Kalau Bapa surgawi menghajar anak-Nya, pasti ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam diri anak-Nya. Tuhan tidak akan menghajar seorang anak-Nya kalau memang tidak  memerlukan perbaikan lagi.

Tentang keras atau lembutnya hajaran Tuhan, disesuaikan-Nya dengan tingkat kesalahan anak-Nya. Ibarat seorang anak kecil iseng bawa abu dari pekarangan dan tebarkan di lantai rumah yang bersih. Mula-mula sang ibu akan berbisik lembut, supaya si anak jangan lakukan lagi. Kalau anaknya, masih mengulangi lagi perbuatannya, sang ibu akan berteriak keras, memperingati anaknya untuk kedua kalinya. Kalau anaknya masih juga tidak mendengarkan, sang ibu akan mengurung anaknya di kamar mandi.

Sesudah kita bertobat dan menerima karunia Roh Kudus, apabila kita melakukan kesalahan, kita akan segera diingatkan Roh Kudus akan perbuatan kita yang salah. Pada waktu itu juga, kita perlu meminta pengampunan Tuhan. Sesuai dengan firman-Nya dalam l Yoh. 1:9, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”. Pada saat ditegur Roh Kudus, kita minta ampun, dan status kekudusan kita dipulihkan kembali. Masalahnya, kadang-kadang kita tidak mendengarkan suara lembut Roh Kudus itu. Sama seperti sang ibu tadi, Tuhan kemudian menegor dengan keras. Apabila kita belum juga mendengarkan, Ia akan mencubit, memukul dan akhkirnya boleh jadi Ia memukul dengan keras.

Keselamatan kita  adalah yang terpenting bagi Tuhan. Ia mengatakan dalam Mat. 18:8-9, demikian, “Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua”.

Bagi Tuhan, keselamatan lebih penting dari usaha dan pekerjaan kita. Keselamatan lebih penting dari harta benda milik kita, keselamatan lebih penting dari kesehatan kita. Tidak mustahil, apabila kita tidak juga mendengarkan suara Roh Kudus yang menegur kita, kita akan dipukul-Nya. Kalau usaha/bisnis menghalangi kita untuk hidup kudus, Tuhan mengizinkan usaha kita bangkrut. Kalau kegiatan dan perbuatan kita menghalangi kita hidup kudus, tidak mustahil Ia akan mengizinkan kita jatuh sakit.

Kesimpulan

Ketika kita bertobat, diselamatkan, didiami Roh Kudus, proses pengudusan bagi kita mulai terjadi dan berlangsung seumur hidup. Proses itu adalah proses yang menyakitkan tergantung dari betapa cepat kita bisa mendengarkan dan mengikuti tuntunan Roh Kudus dalam hidup kita.

Apabila godaan dunia ini menyebabkan kita tidak bisa mendengarkan teguran yang lembut, Tuhan akan berbicara dengan lebih keras, mencubit, mencambuk, bahkan memukul dengan keras. Semua perbuatan Tuhan ini, menjamin keselamatan yang sudah kita peroleh.  Ketika dipanggil pulang ke rumah Bapa di Sorga, kita semua berada dalam status hidup yang kudus.

Tema kekudusan dalam semester ini kiranya memotivasi kita untuk sungguh-sungguh hidup lebih kudus, melayani Tuhan dengan persiapan yang kudus,  sehingga kita  menikmati harta surgawi yang berlimpah.

Tuhan Yesus memberkati kita semua berlimpah-limpah!

Sumber: KYKY (Kebenaran Yang Kami Yakini) GIKI

Pengampunan

Mat. 18:21-35

 Pengampunan berhubungan akar pahit, luka jiwa. Kita semua pernah mengalami peristiwa, kejadian yang menimbulkan luka dalam batin kita, menumbuhkan perasaan dendam, perasaan ditipu, direndahkan, dilecehkan, dihina sehingga peristiwa itu tidak bisa kita lupakan. Sewaktu-waktu muncul seperti bayangan di televisi dan ketika kita mengingatnya, kembali kita rasakan luka dalam batin kita. Akar pahit itu bisa terjadi pada waktu kita masih kecil, masih anak-anak, belum sekolah, pada masa muda atau pada masa sesudah kita berkeluarga, sesudah kita berkerja. Obat akar pahit, luka jiwa sangat sederhana yaitu mengampuni. Gampang mengatakannya, tetapi sangat sulit melakukannya.

 Mengampuni adalah suatu perintah yang harus dilaksanakan oleh semua pengikut Kristus. Dalam doa “Bapa Kami”, Yesus mengajar kita memohon kepada Bapa di Sorga, “Ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami”.  Setiap kali kita mengucapkan ayat ini, coba ingat-ingat apakah kita masih ada menyimpan akar pahit, rasa benci, dendam, amarah kepada orang lain. Sering kita melihat  “Doa Bapa Kami” itu adalah sebuah doa rutin dimana yang berbicara adalah mulut kita, bibir kita tetapi hati kita tidak lagi berbicara. Dalam keadaan seperti ini “Doa Bapa Kami” seolah seperti sebuah mantera yang punya kuasa padahal tidaklah seperti itu. Sebaiknya tidak terlalu sering kita mengucapkan  “Doa Bapa Kami”, maksudnya, supaya jangan menjadi rutinitas, doa itu diperlakukan sebagai mantera.

 Yesus Kristus adalah Allah yang mengampuni. Pada waktu penyaliban Ia berkata: “Ampunilah mereka karena mereka tidak mengerti apa yang mereka perbuat”. Ia mengampuni orang-orang yang menganiaya, yang menghina, yang melecehkan, yang menyakiti-Nya. Pengampunan Tuhan sungguh luar biasa. Manusia-manusia yang diciptakan-Nya, diberkati-Nya, justru memberontak kepada-Nya, tidak patuh kepada-Nya, menghina-Nya bahkan berzinah dengan menyembah ilah-ilah lain. Itulah cerita perjalanan umat Israel, umat pilihan Tuhan yang kita baca dalam kitab Perjanjian Lama. Tetapi Tuhan begitu mengasihi manusia, sehingga Ia mengirimkan Anak-Nya yang tunggal yaitu Yesus Kristus untuk menjadi korban tebusan dosa manusia.

Apa sebenarnya yang mendorong Tuhan untuk mengampuni manusia-manusia yang berdosa? Kasih! Di dalam kasih ada pengampunan. Apabila dalam hati kita tidak ada ruang pengampunan, kasih tidak ada di dalam hati kita, tetapi sebaliknya apabila kita memiliki kasih kita bisa mengampuni.

Pembacaan firman Tuhan  dari Mat. 18:21-35, diawali dengan pertanyaan Petrus, sampai berapa kali kita harus mengampuni saudara yang bersalah kepada kita? Anggapan Petrus 7 kali mengampuni itu sudah cukup, tetapi Yesus mengatakan, jumlahnya tujuh puluh kali tujuh kali, dengan kata lain kita harus selalu mengampuni.

Untuk mengetahui apa isi hati Tuhan dalam pengampunan, Yesus memberikan sebuah perumpamaan tentang seorang yang berhutang kepada seorang raja, jumlah utangnya itu adalah 10 ribu talenta. Berapakah nilai 10 ribu talenta?  Dalam kamus yang terdapat di bagian belakang Alkitab Bahasa Indonesia, disebutkan 1 talenta dalam zaman Perjanjian Baru senilai “6000 Dinar”, 1 Dinar adalah upah seorang pekerja sehari, katakanlah upah pekerja harian itu Rp. 30.000-hari. Jadi 1 Dinar sama dengan Rp. 30.000, berarti hamba itu berhutang 10.000 talenta X 6000 Dinar X Rp 30.000. total-total nya adalah Rp. 1,8 triliun uang kita sekarang ini. Suatu jumlah sangat besar yang tidak mungkin dibayar oleh hamba itu. Sang Raja berbelas kasihan dan menghapuskan hutang hambanya itu yang memang tidak mungkin dilunasinya. Bagaimana perasaan hamba itu mendengar hutangnya dihapuskan? Tidak dapat kita bayangkan, tidak dapat diutarakan dengan kata-kata.

Hamba keluar dari penjara dan bertemu dengan seorang temannya yang berhutang kepadanya 100 Dinar. Berapakah nilai 100 Dinar? Kalau 1 Dinar adalah Rp. 30.000, berarti 100 Dinar adalah Rp. 3 juta. Apa yang dilakukan hamba itu kepada kepada temannya?  Tertulis dalam ayat 28:  “Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu!. Kawannya itu memohon pengampunan, tetapi apa yang dilakukannya, ia menjebloskan temannya ini tadi ke dalam penjara, ketika raja mendengar peristiwa itu , ia menyerahkan hamba yang sudah diampuninya tadi kepada algojo-algojo”.

Dalam ayat 35 dikatakan: “Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu”. Inilah suara hati Tuhan dalam mengampuni. Kita punya hutang Rp. 1,8 triliun kepada Tuhan dan diampuni, tetapi ketika orang lain berhutang kepada kita Rp. 3 juta kita tidak mau mengampuni.

Betapapun sakitnya hati kita, jiwa kita, oleh karena perbuatan orang lain, perlakuan yang jahat kita terima dari orang lain, tidak bisa dibandingkan dengan pengampunan yang telah kita terima di dalam Yesus Kristus. Apabila kita memahami betapa mahalnya darah Yesus yang tercurah di kayu salib, untuk keselamatan kita, kita juga akan memahami apabila kita tidak mengampuni sesama saudara,Tuhan juga tidak mengampuni kita. Kalau kita tidak mengampuni sesama, Tuhan juga tidak mau mendengarkan doa kita.

Apabila kita masih punya akar pahit, luka jiwa, Roh Kudus memampukan kita untuk mengampuni.

Sumber: KYKY (Kebenaran Yang Kami Yakini) GIKI

Pertobatan

Pertobatan adalah berita Injil yang tidak bisa dilepaskan dari hidup kekristenan kita. Kecenderungan pengajaran yang menekankan diselamatkan oleh iman kepada Yesus Kristus atau diselamatkan oleh karena anugerah Allah, tanpa menekankan pentingnya pertobatan dapat menghasilkan suatu keselamatan yang semu.

Tema pertobatan tidak menarik lagi untuk disampaikan karena sering membuat jemaat atau pendengarnya tersinggung. Mimbar-mimbar Kristen sekarang sudah amat jarang menyampaikannya. Hal ini sesuai dengan nubuatan akhir zaman dalam 2 Tim. 4:3, demikian, ” Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya”.

Banyak mimbar-mimbar Kristen dewasa ini, memberitakan hal-hal yang enak didengar telinga, bahwa orang Kristen orang yang diberkati, jadi kepala dan bukan ekor, menjadi orang kaya dan bukan orang miskin, menjadi orang sukses dan bukan orang gagal dan lain-lain sebagainya.

Khotbah pertobatan semakin jarang didengar karena tidak menyenangkan telinga, tetapi bisa jadi menegur keras hidup seseorang. Resiko pengkhotbah pertobatan, mulai dari tidak populer, kehilangan amplop bahkan kehilangan nyawanya. Pengkhotbah besar pertobatan, Nabi Yohanes, kehilangan kepalanya karena ia menelanjangi dosa-dosa Raja Herodes dan isterinya.

Ada seorang pendeta muda Jerman yang dihukum mati karena dianggap memberontak kepada Hitler di Jerman semasa Perang Dunia II, namanya, Dietrich Bonhoeffer. Dalam bukunya yang berjudul ”Cost of Discipleship” (Harga Menjadi Murid), mengatakan bahwa anugerah yang murah adalah seruan tentang pengampunan tanpa pertobatan, baptisan tanpa disiplin gereja, perjamuan kudus tanpa iman, dan pengampunan tanpa pengakuan bersalah. Anugerah murahan adalah anugerah tanpa pemuridan, anugerah murahan adalah anugerah tanpa salib, anugerah murahan adalah anugerah tanpa Yesus Kristus dan kelahiran kembali. Sebaliknya, anugerah yang mahal adalah harta yang tersembunyi di padang, sehingga orang rela menjual semua miliknya untuk memilikinya. Ia seperti mutiara yang sedemikian berharga sehingga orang akan menjual semua miliknya untuk memperolehnya. Demi masuk Kerajaan Allah itu, seorang rela mencopot sebelah matanya yang membuatnya tersandung. Anugerah yang mahal itu adalah panggilan dari Yesus Kristus yang menyebabkan seorang rela meninggalkan jalannya yang berdosa dan mengikuti Dia.

Seruan pertobatan, adalah sebuah seruan untuk hidup kudus. Manusia pertama, Adam dan Hawa, jatuh ke dalam dosa oleh karena, diantara tanda kutip,  ”hanya” karena makan satu buah larangan, tetapi melanggar perintah Tuhan adalah dosa. Persyaratan masuk sorga tidak berubah karena Allah tidak berubah. Ada orang beranggapan, apabila kita sudah terima Yesus kita tetap masuk sorga walau berdosa. Tidak, orang berdosa tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah, dulu, sekarang dan masa yang akan datang.

Berita Injil, seruan pertobatan yang dikumandangkan oleh Yesus: ”Bertobatlah, karena Kerajaaan Sorga sudah dekat”. Bertobat, sama artinya dengan tidak berbuat dosa lagi, hidup kudus, pikul salib, dilahirkan kembali, menjadi ciptaan baru. Hidup kekristenan kita yang setengah-setengah dan tidak serius, menyebabkan kita tidak dapat menikmati keindahan hidup bersama raja kita, yaitu Yesus Kristus.

Harus  diakui, pertobatan atau hidup kudus adalah suatu hal yang amat sulit. Itu sebabnya, malaikat-malaikat di sorga akan bersukacita walau hanya seorang yang yang bertobat. Yesus berkata dalam Luk. 15:7, ”Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat”. Para malaikat bersukacita pada waktu seorang bertobat. Apabila baptisan hanya sebuah acara liturgis tanpa adanya pertobatan dari orang-orang yang dibaptis, tentu tidak ada sukacita di sorga.

Ada tiga teologi salah kaprah  yang bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Teologi pertama, ”teologi dosa besar, dosa kecil”. Menurut teologi ini, mencuri seekor ayam, dosa kecil,  masuk sorga, sedang merampok uang bank ratusan milyar, dosa besar, masuk neraka. Hal ini tidak benar, karena Tuhan melihat hati, bukan jumlah. Persembahan janda miskin yang dua peser dipandang oleh Yesus lebih banyak dari persembahan orang kaya.

Teolologi kedua yang salah adalah, ”teologi kita bukan malaikat”. Menurut teologi ini, manusia tidak mungkin hidup kudus, jadi buat dosa sedikit-sedikit tidak apa-apa , apalagi kalau dosa itu untuk kebaikan. Misalnya, ada orang main judi, dengan alasan, kalau menang uangnya akan dipersembahkan untuk dana pembangunan gereja.

Teologi ketiga, adalah ”teologi persentase”. Menurut teologi ini, hidup kudus 100 persen tidak mungkin. Ibarat ujian, nilai 100 tidak dapat dicapai, dapat 80 sudah OK sudah lulus ujian. Kalau kita memakai teologi seperti ini, Adam dan Hawa tidak perlu diusir Tuhan keluar dari taman Eden karena ”hanya”, sekali lagi ”hanya” mengambil satu buah yang dilarang oleh Tuhan. Tetapi dalam kehidupan rohani, tidak ada batas abu-abu dari hidup benar dan hidup berdosa. Kalau orang itu berdosa maka ia bukan orang benar dan sebaliknya orang yang benar bukanlah orang yang berdosa.

Mari kita mempelajari, perkataan-perkataan Yesus tentang pertobatan. Kepada seorang pemimpin agama Yahudi yang bernama Nikodemus, dalam Yoh. 3:3, Yesus mengatakan: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah”. Yesus mengatakan, untuk masuk Kerajaan Allah, tidak cukup sekedar memenuhi Hukum Taurat, tetapi orang harus dilahirkan kembali, bertobat dan menerima Roh Allah dalam hatinya.

Kepada seorang muda yang kaya, Yesus berkata dalam Mat. 19:21, demikian, “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku”. Orang kaya ini pulang dengan muka muram, ia tidak bertobat. Tentu bukan sesuatu yang berdosa, tidak salah, apabila seorang Kristen menjadi orang kaya. Tetapi, masalahnya, kekayaan itu jangan menjadi nomer satu dan Tuhan menjadi nomer dua.

Zakheus adalah contoh seorang kaya yang bertobat. Pada waktu Yesus melawatnya, Zakheus menyampaikan kata-kata pertobatannya dalam Luk. 19:8, demikian, “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Zakheus bertobat dan tanpa dibaptis terlebih dahulu, Zakheus telah menerima keselamatan itu.

Kepada seorang perempuan yang sedang tertangkap basah sedang berzinah, yang mau dirajam oleh khalayak ramai, Yesus berkata kepadanya dalam Yoh. 8:11 : “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang”.

Kepada seorang yang menderita sakit selama 38 tahun di kolam Bethesda, Yesus berkata dalam Yoh 5:14, “Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk.”

Ketika para murid berdebat tentang siapa dari mereka yang terbesar, Yesus memanggil seorang anak kecil dan berkata dalam Mat. 18:3-5, ”Sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.” Bertobat adalah pengendalian hati, pikiran dan perbuatan dari hawa nafsu kedagingan. Yesus berkata dalam Luk. 9:23, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku”.

Pada waktu kita hendak marah, kita perlu menahan hati untuk tidak marah dan malah kita memberkati. Apabila kita melakukan hal ini, kita telah menyangkal diri. Kalau kita diminta berjalan satu kilo meter namun kita berjalan dua kilo meter, kita sudah menyangkal diri. Kalau muka kita ditempeleng namun kita tidak membalas, kita sudah sangkal diri. Kalau kita sering diejek tanpa membalas karena tidak ikut acara-acara duniawi pada waktu jam kebaktian, kita sudah menyangkal diri dan lain sebagainya.

Penyangkalan diri itu adalah suatu penderitaan terhormat yang dialami pengikut Kristus. Pada umumnya, memikul salib itu lebih merupakan penderitaan mental, bukan penderitaan fisik. Tidak banyak pengikut Kristus yang dilayakkan-Nya untuk menerima penderitaan fisik seperti dialami para rasul dan murid-murid pada masa gereja mula-mula. Yesus mengijinkan diri-Nya mengalami penderitaan secara jasmani hanya selama tiga hari menjelang penyaliban. Selain itu, sebuah batu kecilpun tidak ada yang mengenai tubuhnya.

Kita perlu melihat secara pribadi, menyelidiki relung-relung hati kita, apakah kita sudah bertobat. Apakah kita sudah dilahirkan kembali? Apakah harta benda membuat kita menomer duakan Tuhan? Apakah ada dosa seperti kebohongan dan perjinahan di dalam hidup kita. Apakah masih ada ketinggian hati, menganggap diri kita lebih pintar, lebih mampu, lebih benar dari orang lain. Apakah kita masih memiliki dosa tersembunyi, walau hanya kita dan Tuhan yang mengetahuinya.

Apakah mungkin seorang yang sudah bertobat tidak akan berbuat dosa lagi? Jawabannya, bisa! Bukan oleh karena kita kuat, kita diselamatkan, tetapi karena Tuhan yang menguatkan kita, karena Roh Kudus atau Roh Allah atau Roh Yesus tinggal dalam hati kita. Pada waktu kita berbuat dosa, Roh Kudus mengingatkan kita setiap kali kita jalan melenceng, ketika kita memohon ampun, kita akan mendapat pengampunan berdasarkan  1Yoh. 1:9, ”Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.

Seruan pertobatan yang disampaikan Yesus Kristus tidaklah menuntut kita terlebih dahulu membuktikan pertobatan lewat perbuatan-perbuatan nyata, seolah Allah berkata: ”Buktikan pertobatanmu dalam perbuatan sehingga engkau menerima karunia Roh Kudus”. Allah tidak meminta hal seperti ini, karena Ia tahu, kita tidak bisa melakukan pekerjaan yang kudus hanya dengan kekuatan kita sendiri. Sebaliknya, Ia menyatakan bahwa Ia bersedia tinggal di dalam hati kita dan memampukan kita untuk hidup kudus. Anugerah Roh Kudus kita terima bukan setelah kita melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, tetapi ketika kita menyadari, mengakui dan menyesali dosa kita sungguh-sungguh, jalan kita yang tersesat selama ini.

Sumber: KYKY (Kebenaran Yang Kami Yakini) GIKI

Kasih

1Yoh. 4:15-21

 Dalam 1Kor. 13:13, tertulis: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih”.  Iman adalah ibarat sebuah pipa penghubung antara dunia rohani dengan dunia jasmani, kalau kita tidak punya Iman maka kekayaan dalam dunia rohani tidak bisa di transformasikan ke dalam dunia jasmani. Pengharapan adalah “saudara kembar” dari iman, kalau orang memiliki Iman ia punya pengharapan, sebalinya tidak punya Iman tidak punya pengharapan. Iman dan pengharapan adalah dua sisi dari mata uang yang sama.

Tentang kasih, tertulis bahwa kasih adalah yang terbesar. Alasannya diberikan dalam 1Kor. 13:8, demikian: “Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap”. Pada waktu kita sudah berada di dalam kerajaan kekal bersama dengan Yesus Kristus, tinggal di rumah Bapa, tidak ada lagi nubuat, bahasa Roh dan Iman karena kita sudah bersama dengan Tuhan setiap hari.

Pengetahuan yang paling canggih sekalipun di dunia ini kelak di surga akan kita lihat sebagai sesuatu yang sangat usang, tidak ada artinya dibandingkan dengan kemampuan, pemahaman dan pengetahuan yang kita miliki dalam kerajaan sorga. Tetapi, kasih tidak berkesudahan. Kasih ada dalam dunia kita sekarang ini dan juga ada di dalam sorga. Kasih tetap selama-lamanya, oleh karena Allah adalah kasih (1Yoh. 4:8).  Kita tidak akan pernah bisa mengukur panjang, lebar, dan tingginya kasih Allah itu.

Kasih menggerakkan peristiwa-peristiwa rohani. Peristiwa rohani yang paling penting bagi manusia ialah keselamatan. Kasih lah yang menjadi penggeraknya sehingga Tuhan datang sendiri menemui manusia di dalam Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal. Ia rela menanggung penghinaan yang begitu besar, penderitaan yang begitu berat, dilahirkan dikandang domba, dihujat, dicaci, bahkan matinya seperti seorang penjahat disalibkan di Golgota. Ia menjadi korban tebusan bagi dosa-dosa kita, Tuhan mengampuni manusia di dalam Yesus Kristus. Setiap orang yang percaya kepada-Nya diselamatkan, darah Tuhan sendiri yang mengucur disalib sudah membasuh dosa-dosa manusia. Yang menggerakkan itu semua adalah kasih. Dalam Yohanes 3 : 16 tertulis: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”. Kasih Allah akan dunia mengerakkan hati Tuhan untuk mengampuni manusia-manusia yang berdosa. Dalam PL dan PB kita menyaksikan bagaimana peristiwa-peristiwa rohani digerakkan oleh kasih.

Pada suatu waktu Yesus berbicara kepada ribuan orang yang mendengarkan khotbahnya dengan sungguh-sungguh, hari mulai malam dan mereka tentu saja merasa lapar yang ada disana hanya 5 roti dan 2 ikan punya seorang anak kecil. Oleh karena hati Yesus tergerak oleh belas kasihan, maka Ia memberkati 5 roti dan 2 ikan bisa mengenyangkan ribuan orang yang ada disana, makanan yang diberikan itu tersisa sebanyak 12 bakul, artinya pada waktu Yesus memberi makanan Ia memberi berlimpah-limpah.

Pada suatu waktu Yesus berada di jalan raya Yerikho seorang pengemis buta namanya Bartimeus berseru-seru memanggil nama Yesus: “Yesus Anak Daud kasihanilah aku”. Orang-orang di sekitarnya menegur Bartimeus supaya diam, tetapi sebaliknya dari diam ia malah berteriak lebih keras lagi: “Anak Daud kasihanilah aku!”. Seruan Bartimeus didengar oleh Yesus. Yesus berhenti dan memulihkan penglihatan Bartimeus. Ia memulihkan penglihatan Bartimeus karena hatinya tergerak oleh belas kasihan, karena hati-Nya tergerak oleh belas kasihan, Ia membangkitkan anak Zeurus yang sudah mati, Zeurus adalah kepala sebuah rumah ibadah.

Pada waktu Ia berbelas kasihan, yang kusta menjadi tahir, yang lumpuh berjalan, yang tuli mendengar, yang buta melihat, yang mati dibangkitkan. Kasih menggerakkan hati Tuhan melakukan peristiwa-peristiwa rohani, peristiwa-peristiwa yang sangat penting bagi umat manusia. Di Perjanjian Lama dalam II Raja-Raja dalam pasal 20 tertulis tentang raja Hizkia yang sedang sakit keras, Tuhan mengutus Nabi Yesaya untuk mengatakan bahwa Hizkia akan mati, dipersilahkan menyampaikan pesan-pesan terakhir kepada kaum keluarga. Sesudah Yesaya meninggalkan kamar Hizkia membalikkan mukanya ke arah dinding dan ia menangis dan berdoa memohon agar penyakitnya bisa disembuhkan belum lagi Yesaya meninggalkan istana. Tuhan memerintahkan Yesaya kembali ke kamar Hizkia dan mengatakan: “Bahwa Tuhan sudah mendengarkan doa Hizkia, bahwa Tuhan sudah melihat air mata Hizkia”.Tuhan berkata: “Umur Hizkia diperpanjang 25 tahun lagi”. Sungguh sesuatu yang luar bisa, manakala hatinya tergerak oleh belas kasihan Tuhan bisa membatalkan keputusan-Nya sendiri, manakala kasih mengerakkan hati Tuhan segala sesuatu bisa terjadi.

Kasih adalah ibarat energi, energi dalam kehidupan jasmani, kehidupan kita sehari-hari, bahan bakar minyak, gas, batubara, sinar Matahari, tenaga angin, dan lain-lain. Segala sesuatu yang bergerak alat angkutan, mesin pendingin, listrik memerlukan energi. Bahan bakar itu mengerakkan peristiwa-peristiwa secara jasmani supaya mobil kita bisa jalan, kita perlu bensin, dimana kita membeli bensin? Di galon minyak atau SPBU, apa bahan bakarnya dalam peristiwa-peristiwa rohani?, kasih adalah bahan bakar yang menggerakkan peristiwa-peristiwa rohani, sekarang dimana kita bisa mendapat energi rohani yang disebut kasih.

Dalam 1Yoh. 4:7, tertulis: “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah”.  Kita garis bawahi disini perkataan “sebab kasih itu berasal dari Allah”. Jadi sumber dari energi, sumber dari kasih itu adalah Allah sendiri.  Uang, berapa besar sekalipun tidak bisa membeli kasih itu, tetapi kasih diberikan secara cuma-cuma pada waktu kita mengakui Yesus sebagai Tuhan Juruselamat dan Raja kita, pada waktu kita bertobat di dalam Yesus Kristus.

Kita sampai pada suatu kesimpulan, kasih adalah energi yang menggerakkan peristiwa-peristiwa rohani, peristiwa-peristiwa rohani memberikan dampak bagi kehidupan jasmani ada hubungan yang sangat erat antara kehidupan rohani dan kehidupan jasmani.

Kasih Allah disebut juga sebagai kasih Agape. Disamping itu, kita mengenal pula dua jenis kasih yang lain, kasih eros dan kasih filia.

Kasih eros adalah kasih dalam tingkat yang paling rendah. Kasih ini didasarkan pada nafsu dan keinginan daging. Kalau pria dan wanita saling mengasihi oleh karena faktor-faktor ”paras wajahmu”, ”pandangan matamu”, ”tutur katamu”, ”merdu suaramu”, ’lengang-lenggok jalanmu”, kasih seperti ini adalah kasih eros, kasih yang dibentuk oleh hal-hal bersifat kedagingan. Apabila faktor-faktor itu tidak ada lagi maka hilanglah kasih itu. Kalau wajah partner kita tidak lagi menarik maka hilanglah cinta. Kalau penampilan tidak lagi menarik, hilanglah cinta. Soal penampilan, siapakah yang bisa mempertahankan penampilan prima sepanjang umurnya? Saya pernah mengenal seorang pria yang gagah dan tampan pada masa mudanya, tetapi memasuki usia 40-an, keadaannya jauh berbeda. Kegagahannya dan ketampanannya seolah hilang. Kalau faktor kedagingan yang menjadi pegangan, tidak lama umur dari kasih itu.

Yang kedua, kasih filia, kasih dua arah, kasih timbal-balik. ”Kalau orang baik pada saya, sebaliknya saya baik kepadanya”. ”Kalau orang mengunjungi saya pada waktu saya sakit, saya akan kunjungi kalau dia sakit”. ”Kalau dia datang ke pesta saya, saya akan datang ke pestanya”. Kasih filia adalah kasih balas-membalas. Kasih filia adalah kasih rasional, karena itu orang berkata tentang bibit, bebet dan bobot. Kasih filia adalah kasih kontrak. Masing-masing pihak berkata: ”Apa yang kudapat kalau aku mengasihinya”. Kasih filia umurnya lebih panjang, tetapi, apabila kondisi kontrak tak terpenuhi, misalnya apabila isteri menganggap suaminya tidak lagi mengasihinya dan sebaliknya, tidak jarang akhirnya mereka pergi ke Kantor Pengadilan mengurus perceraian.

Yang paling tinggi tingkatnya, kasih agape. Kalau tadi kasih filia, kasih dua arah, kasih timbal balik, kasih agape adalah kasih satu arah, tidak mengharapkan imbalan dari orang yang dikasihi. Inilah kasih Allah yang sudah mengorbankan diri-Nya di Kayu Salib untuk menebus dosa-dosa kita. Kasih agape adalah sebuah kasih berdasarkan pengorbanan. Ia tidak menuntut orang yang dikasihinya membalas apa yang diperbuatnya. Allah ada dalam kasih agape, tetapi Allah tidak ada baik dalam kasih filia maupun dalam kasih eros.

Apakah manusia bisa mengasihi dengan kasih agape? Apakah kita bisa mengasihi seperti Allah mengasihi kita? Tidak bisa dengan kekuatan sendiri. Dalam ayat 1Yoh. 4:18, dikatakan di dalam kasih tidak ada ketakutan. Siapakah manusia yang tidak memiliki rasa takut. Dalam keadaan masyarakat yang semakin penuh dengan tekanan-tekanan, siapakah yang dapat mengatasi rasa takut. Kemudian, dalam ayat 23 tertulis: ”Jikalau seorang berkata: Aku mengasihi Allah, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya”. Siapakah manusia yang dapat mengasih saudaranya, siapakah manusia yang dapat mengampuni saudaranya, sama seperti Allah mengampuni manusia. Tidak ada, Saudara. Mungkin Saudara terkejut mendengar pernyataan saya, bahwa manusia tidak bisa memiliki kasih agape, dengan kekuatannya sendiri. Dengan kekuatan sendiri, kita tidak bisa mengasihi. Kasih agape adalah kasih Allah, hanya Allah yang bisa mengasihi satu arah. Hanya Allah yang bisa mengasihi tanpa mengharapkan balasan.

Tetapi puji Tuhan, haleluya! Manusia tidak sanggup mengasihi, kita semua tidak sanggup mengasihi, tetapi Allah sanggup. Kita yang tidak mampu mengasihi menjadi mampu mengasihi karena Allah  diam di dalam hati kita, di dalam Roh-Nya yang kudus. Yesus Kristus sendiri tinggal diam di dalam hati kita sehingga kita mampu mengasihi. Inilah yang dikatakan di dalam ayat 1Yoh 4:15: ”Barangsiapa mengaku bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah”. Apabila kita hidup bersama dengan Yesus dan Yesus tinggal bersama kita, kita mampu mengasihi.

Sumber: KYKY (Kebenaran Yang Kami Yakini) GIKI

Kerajaan Allah

Dalam Mrk. 1:15, Yesus berkata: ”Kerajaan Allah sudah dekat”.  Kerajaan Allah yang dimaksudkan Yesus bukanlah pemerintahan politik, tetapi sebuah pemerintahan rohani. Kepada Pilatus menjelang penyaliban Ia berkata: ”Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini”. Namun Ia tidak menolak bahwa Ia adalah seorang Raja. Ketika Pilatus bertanya apakah Ia seorang Raja? Yesus menjawab: ”Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku” (Yoh 18:37).

Istilah Kerajaan Allah sendiri tidak dinyatakan secara khusus dalam Perjanjian Lama walaupun kita dapat melihatnya secara tersirat dalam banyak ayat-ayat Alkitab, misalnya, dalam Maz. 145:13 tertulis, Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan”. Kata-kata ”Kerajaan Allah” tertulis sebanyak 68 kali dalam Alkitab terjemahan baru yang dikeluarkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia.

Dari segi hukum tata negara, sekurangnya ada tiga unsur dari sebuah kerajaan, pertama ada wilayah, kedua ada rakyat dan yang ketiga ada raja yang memerintah di wilayah tersebut.

Pertama, dimanakah wilayah Kerajaan Allah itu? Wilayah kerajaan Allah adalah wilayah dimana Allah memiliki kedaulatan. Secara jasmani meliputi seluruh alam semesta seperti tertulis dalam Yes. 66:1, ” Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagi-Ku, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku ”.

Yang kedua, siapakah rakyat dalam Kerajaan Allah? Istilah rakyat tidak dipakai dalam konteks Kerajaan Allah. Yang dipergunakan adalah istilah anak Allah. Jadi rakyat Kerajaan Allah adalah anak-anak Allah. Siapakah anak Allah? Dalam Rm. 8:14 tertulis, ”Semua orang yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak Allah”. Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa anak Allah adalah orang percaya yang telah menerima anugerah Roh Kudus. Roh Kudus dianugerahkan kepada orang yang sudah bertobat kepada Yesus Kristus. Dalam Kis. 2:38 tertulis, ”Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus”.

Yang ketiga, siapakah raja dalam Kerajaan Allah? Tentu saja secara singkat kita mengatakan Kerajaan Allah adalah tempat dimana Allah berkuasa. Benar sekali, tetapi masalahnya siapakah Allah itu? Mungkin Allah dalam iman percaya kita berbeda dengan Allah dalam iman dan percaya orang lain. Oleh karena itu kita perlu lihat lebih teliti, siapakah Allah menurut keyakinan kita.

Menurut Yesus, orang-orang Yahudi  tidak mengenal Allah. Dalam Yoh. 8:55, Ia berkata kepada orang-orang Yahudi: ”Kamu tidak mengenal Dia”. Yesus menangisi Yerusalem dalam Luk. 19:43-44, ”Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan”. Yesus menangisi orang-orang Yahudi karena mereka tidak mengetahui bahwa Mesias yang mereka tunggu sudah datang dalam diri Yesus Kristus sendiri.

Sekali lagi, siapakah raja dalam Kerajaan Allah? Pada waktu melawat Maria, malaikat Gabriel menyampaikan nubuat kelahiran Yesus. Dalam Luk. 1:32-33, tertulis ucapan Gabriel: Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan”. Yesus adalah Raja dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan. Dalam kitabnya, Matius mencatat bahwa orang-orang Majus datang mengunjungi dan menyembah bayi Yesus sebagai Raja Yahudi, mereka telah bintangnya di timur. Jelas,Yesus adalah Allah dan Dia adalah Raja.

Pemberitaan Yesus tentang kehadiran Kerajaan Allah berarti bahwa Allah telah menebus umat-Nya dalam perjalanan sejarah umat manusia. Pemahaman tentang Kerajaan Allah ini memperjelas beberapa hal yang sulit dalam ucapan-ucapan Yesus. Umpamanya, Ia berkata, “Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu” (Luk17:20-21). Dalam kesempatan yang lain, Ia berkata kepada murid-murid-Nya: ”Barangsiapa tidak menyambut kerajaan Allah seperti anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya” (Mrk. 10:15).

Kerajaan Allah sudah ada dalam dunia ini sebagai perwujudan misi Yesus walaupun perwujudannya secara sempurna akan terjadi pada waktu kedatangan-Nya yang kedua kali.

Penjelasan Yesus tentang Kerajaan Allah dapat kita pelajari dalam beberapa perumpamaan yang disampaikan-Nya. Perumpaman-perumpamaan Yesus ditulis dalam Mat. 13 dan beberapa bagian dari kitab Markus dan Lukas.

Dalam perumpamaan tentang seorang penabur, Yesus menyatakan bahwa sesungguhnya Kerajaan Allah telah datang atas manusia, tetapi kejahatan-kejahatan belum dibinasakan. Kerajaan itu bekerja diam-diam bagaikan seorang petani menaburkan benih. Kerajaan itu tidak menyapu bersih yang jahat. Perkataan yang dipakai Yesus untuk memproklamasikan kerajaan itu, mungkin seolah tergeletak bagaikan benih di tepi jalan dan tidak pernah berakar, atau mungkin hanya berakar dangkal dan mati, atau mungkin tercekik oleh kesusahan-kesusahan kehidupan manusia. Namun ditempat yang baik, benih itu bertumbuh dan menghasilkan buah berpuluh kali lipat.

Kerajaan ini bekerja secara diam-diam di antara manusia. Kerajaan ini tidak bersifat memaksa dan perlu diterima dengan hati yang rela. Tetapi, dimana saja berita Injil itu diterima, ia memberikan banyak berkat damai dan sejahtera. Kabar baik yang disampaikan itu membawa berkat kelimpahan menghasilkan buah-buah sukacita, damai dan sejahtera.

Dalam perumpamaan tentang lalang di antara gandum, Yesus menegaskan bahwa di tengah-tengah zaman ini masih berlangsung percampuran antara yang baik dan yang jahat sebelum kedatangan Anak Manusia yang kedua kali. Kuasa Allah yang penggenapannya secara sempurna akan terjadi pada waktu kedatangan Yesus yang kedua kali, sebenarnya telah memasuki dunia sekarang ini. Warga kerajaan ini adalah anak-anak Allah yaitu orang-orang yang berhak menerima kuasa dan berkat-berkat Kerajaan Allah. Anak-anak Kerajaan hidup dalam pemerintahan  Allah dan menikmati berkat-berkatnya, namun mereka harus terus hidup di dunia ini bercampur baur dengan orang-orang berdosa. Masyarakat yang ada sekarang ini adalah masyarakat campuran yang terdiri dari anak-anak Allah dan orang-orang berdosa. Pada masa akhir, pada waktu kedatangan Yesus yang kedua kali, pemisahan akan terjadi. Pada waktu itulah masyarakat campuran akan berakhir. Orang-orang berdosa akan dikumpulkan dan dihukum, orang-orang benar akan bersinar seperti matahari.

Dalam perumpamaan tentang biji sesawi, Yesus menjelaskan kebenaran Kerajaan Allah yang pada satu ketika kelak akan menjadi pohon besar. Ia telah ada dalam dunia ini dalam bentuk butir kecil yang tidak menonjol tetapi kemudian bertumbuh menjadi pohon besar. Walau kecil dan pelayanannya tampak tidak menyolok, sebenarnya Kerajaan Allah telah hadir dalam kehidupan umat manusia.

Perumpamaan ragi mengandung kebenaran dasar yang sama dengan benih sesawi bahwa Kerajaan Allah yang pada satu hari kelak akan memenuhi seluruh dunia, sekarang telah masuk di dalam dunia ini dalam suatu bentuk yang sukar dilihat.

Dalam Mat. 13, Yesus mengumpamakan Kerajaan Allah sebagai harta terpendam dan mutiara yang berharga. Kerajaan Allah sungguh sangat berharga sehingga harus dicari lebih dari harta kekayaan yang lain. Bila harganya meliputi seluruh harta kekayaan seseorang, maka harga itu masih sangat murah untuk bisa memasuki Kerajaan Allah itu.

Selanjutnya dalam Mat. 13, kita membaca Yesus mengumpamakan Kerajaan Allah sebagi pukat. Pukat ditebarkan di laut untuk menangkap semua jenis ikan. Ketika hasil tangkapan itu dipilih, ikan-ikan yang baik di simpan dan yang jelek dibuang. Perumpamaan ini serupa dengan perumpamaan gandum dan lalang, namun ada unsur tambahan yang lain. Perumpamaan pukat semakin menjelaskan bahwa anak-anak Kerajaan itu tidak bisa menjadi masyarakat eksklusif yang terpisah dari masyarakat lainnya,  sampai dengan Yesus datang untuk kedua kali.

Dalam Mrk. 4:26-29, Yesus menyampaikan perumpamaan tentang benih yang tumbuh. Sesudah menabur, si petani tidur dan bangun kembali, ia tidak melakukan apa-apa lagi. Petani itu tidak dapat manambahkan apa-apa kepada kehidupan dan pertumbuhan benih itu. Pertumbuhan benih itu tidak bisa diatur oleh sipenabur benih, oleh sipetani. Pertumbuhan benih dilakukan oleh Allah. Kerajaan Allah adalah karya Allah, Ia telah melawat umat-Nya dan memberikan keselamatan yang kekal.

Kita sudah berbicara tentang Kerajaan Allah. Wilayah, rakyat dan raja dalam Kerajaan Allah. Lantas, apa artinya semua ini untuk kehidupan kita sekarang? Seandainya, seorang adalah warga dari satu negara yang makmur, yang kaya, memiliki tingkat kemakmuran tinggi maka besar kemungkinannya, orang itu juga hidup makmur. Sekarang, kita adalah warga Kerajaan Allah, kerajaan yang kemakmuran dan kekayaannya melebihi negara manapun yang pernah ada dalam sejarah dunia, apakah kita tidak hidup makmur? Kekayaan Kerajaan Allah itu melampaui segala akal pikiran dan perasaan kita. Sebagai warga Kerajaan Allah kita berhak menerima berkat-berkat-Nya. Bukan saja nanti pada waktu Yesus datang kedua kalinya, tetapi juga sekarang ini. Kita,  yang dipenuhi Roh Allah adalah anak Allah. Setiap orang yang dipenuhi Roh Allah adalah biji mata-Nya. Allah peduli akan kehidupan anak-anak-Nya. Allah memperhatikan kehidupan walaupun seorang pun, sekali lagi, walau seorang saja anak Tuhan. Pada waktu Sodom dan Gomora dihancurkan karena kota-kota itu adalah kota-kota berdosa yang mendukakan hati Allah,Tuhan menyelamatkan biji mata-Nya yang bernama Lot bersama  keluarganya.

Tuhan menyelamatkan Lot pada waktu Sodom dan Gomora dihancurkan. Tuhan menyelamatkan Sadrakh, Mesakh, Abednego dari perapian yang menyala. Tuhan menyelamatkan Daniel dari gua singa. Tuhan menyelamatkan Yusuf dari perbudakan di tanah Mesir. Allah menyelamatkan kita yang sudah menerima anugerah Roh Kudus dalam hati.

Berita utama pewartaan Injil yang disampaikan oleh Yesus adalah: ”Kerajaan Allah sudah dekat”. Ada hubungan erat antara Kerajaan Allah dengan berkat. Dalam Mat. 6:33 tertulis, ”Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu ”. Kata ”semuanya” yang diucapkan Yesus berhubungan dengan berkat. Yesus tidak hanya berbicara tentang berkat masa yang akan datang pada waktu kita masuk ke dalam kerajaan yang kekal. Tetapi, berkat-berkat itu bisa kita nikmati di dunia ini pada masa ini, sekarang dan disini. Tetapi, Yesus mengatakan kita perlu mencari Kerajaan Allah terlebih dahulu.

Kita perlu menomersatukan Kerajaan Allah. Kita perlu mengutamakan Allah dalam kehidupan kita. Kedatangan Yesus bukan saja membebaskan dunia dari kutuk tetapi sekaligus membuka pintu berkat. Tuhan Yesus ingin orang-orang yang dikasihinya hidup berkelimpahan dalam kasih karunia. Dalam Yoh 10:10b, Yesus berkata: ”Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”. Kelimpahan yang dimaksudkan bukan hanya menyangkut kelimpahan secara rohani tetapi juga kelimpahan secara jasmani.

Sumber: KYKY (Kebenaran Yang Kami Yakini) GIKI

Roh Kudus

Kis. 2:1-4, Roma 8:1-17

Peran dan karya Roh Kudus pada awal gerakan reformasi abad ke 15, belum mendapat perhatian yang sewajarnya. Pentingnya peran Roh Kudus tidak tampak dalam pernyataan 5 sola yang menjadi jargon reformasi, yaitu,  Sola Scriptura (hanya oleh karena firman Tuhan), Sola Fide (hanya oleh karena iman), Sola Gratia (hanya oleh karena anugerah), Solus Christus (hanya oleh Kristus) dan Soli Deo Gloria (hanya untuk kemuliaan Tuhan).

Munculnya gerakan Pentakosta pada awal abad ke 19 yang cepat bertumbuh dan berkembang, mengingatkan umat Kristiani akan pentingnya karya Roh kudus di dalam kehidupan orang percaya. Namun demikian, dalam perkembangan selanjutnya, banyak umat Kristiani yang memandang gerakan Pentakosta sebagai satu aliran denominasi, tanpa melihat bahwa Tuhan sedang mengingatkan umat Kristiani tentang pentingnya Roh Kudus dalam keselamatan manusia.

Kita boleh berbeda pandang tentang tanda-tanda orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus,  tetapi perbedaan ini tidak bisa mengurangi pengertian, bahwa pada waktu ini, pada masa kini, kita sungguh memerlukan tuntunan Roh Kudus di dalam kehidupan kita.

Yesus Kristus naik ke sorga empat puluh hari sesudah hari minggu kebangkitan-Nya, dan pencurahan Roh kudus kini terjadi 50 hari sesudah hari kebangkitan Yesus. Ketika para murid sedang berkumpul di ruang atas rumah tempat mereka menumpang di Yerusalem, sesudah pencurahan Roh kudus bagi murid-murid pada hari Pentakosta, terjadilah tanda-tanda heran dan mujizat berbahasa asing. Yang sakit disembuhkan, yang terikat dilepaskan, yang berbeban berat mendapat kelegaan, ada kesehatian dan kebersamaan yang kuat.

Kita merindukan kuasa Roh Kudus Pentakosta bisa nyata di dalam kehidupan ibadah dan pelayanan kita. Peristiwa Pentakosta adalah sebuah peristiwa yang sudah dinubuatkan oleh Yohanes pembaptis, dalam Injil Markus pasal 1: 7–8 , “Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus.”

Yohanes adalah seorang hamba Tuhan yang mendahului pelayanan Yesus. Ia membaptis dengan air dan  mengatakan bahwa “Yesus akan membaptis dengan Roh Kudus bukan dengan air ”. Selanjutnya dalam kitab Injil Yohanes 1:32 dan 33 tertulis, “Dan Yohanes memberi kesaksian, katanya: “Aku telah melihat Roh turun dari langit seperti merpati, dan Ia tinggal di atas-Nya. Dan aku pun tidak mengenal-Nya, tetapi Dia, yang mengutus aku untuk membaptis dengan air, telah berfirman kepadaku: Jikalau engkau melihat Roh itu turun ke atas seseorang dan tinggal di atas-Nya, Dialah itu yang akan membaptis dengan Roh Kudus”.

Kembali nubuatan yang sama disampaikan oleh Yohanes Pembaptis, bahwa Yesus akan membaptis dengan Roh Kudus. Tetapi, apabila kita simak pelayanan Yesus selama melayani di bumi ini, tidak pernah ada tercatat sekalipun Yesus membaptis dan tidak pernah tercatat sekalipun Yesus melaksanakan pelayanan baptisan Roh Kudus. Kapankah nubuatan Yohanes tentang baptisan Roh Kudus oleh Yesus, terjadi? Pada hari Pentakosta!

Siapakah Roh Kudus itu sebenarnya? Roh Kudus, Roh Allah sudah banyak dicatat baik di dalam Perjanjian Lama maupun di dalam Perjanjian Baru. Roh Kudus, Roh Allah diperkenalkan di dalam Kej. 1:2, tertulis, “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air”. Pada masa PL hanya orang-orang tertentu yang mendapat pengurapan Roh Kudus, tetapi, di dalam Perjanjian Baru ini Roh Kudus berdiam di dalam  semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus, yang mendengarkan seruan pertobatan-Nya.

Pentingnya kehadiran Roh Kudus,  tampak dari perkataan Yesus dalam Yoh. 16:7 demikian.

“Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadaMu”. Jelas, peristiwa kenaikan Yesus ke sorga berhubungan dengan karya Roh kudus, yang dinyatakan pada hari Pentakosta. Kalau Yesus tidak naik ke sorga, maka tidak ada pencurahan Roh Kudus, dan kalau tidak ada kebangkitan maka Yesus tidak akan naik ke Sorga. Yesus tidak akan bangkit, kalau Ia tidak disalib di Golgota, Ia tidak disalib di Golgota, apabila Ia tidak dilahirkan di kandang Bethlehem.  Ada tali temali, ada kaitan yang erat dalam peristiwa-peristiwa penting pelayanan Yesus yang merupakan intisari kenapa Yesus datang ke dunia ini. Ia lahir, Ia disalib, Ia mati dan dikuburkan, Ia bangkit, Ia naik ke sorga dan kemudian Ia mencurahkan Roh Kudus pada hari Pentakosta.

Pentingnya Roh kudus di dalam kehidupan seseorang, tertulis dalam Rom. 8 : 9b, “Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus ia bukan milik Kristus”, berarti orang yang tidak hidup bersama Roh Kudus akan masuk neraka, karena ia bukan milik Kristus. Jika Roh Kudus tidak ada di dalam hati seseorang, orang itu akan masuk neraka. KTP sebagai orang Kristen bukan satu jaminan kita masuk ke dalam sorga.

Perubahan hidup adalah buah nyata kehadiran Roh Kudus di dalam hati seorang. Seorang Kristen bisa dibaptis dengan cara berbeda, baptis percik atau baptis selam, tetapi apabila kelakuannya tidak berubah, tidak ada arti baptisan itu.  Seorang bisa memiliki karunia berbahasa Roh atau tidak memilikinya, tetapi ia harus menunjukkan bahwa hidupnya sudah di lahir barukan, sifat dan karakternya betul-betul berbeda dengan kehidupan lamanya.

Tanpa Roh Kudus kita adalah manusia yang dikendalikan oleh hawa nafsu kedagingan. Dalam Rom. 8:9b tertulis, “Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.” Tanpa kehadiran Roh Allah, tanpa kehadiran Roh Kristus di dalam dirinya, seorang bukan milik Kristus. Kalau seorang bukan milik Kristus maka ia milik di iblis. Tidak ada kondisi yang netral dalam kehidupan kerohanian kita, bila seorang tidak bersama dengan Tuhan berarti ia bersama dengan si iblis, apabila seorang bukan milik Tuhan ia adalah milik iblis.

Tanpa Roh Kudus tidak ada keselamatan.  Untuk itulah Tuhan lahir sebagai manusia di dalam Yesus Kristus, disalibkan, dikuburkan, bangkit dari kematian, naik ke Sorga dan akhirnya pada hari Pentakosta mengurapi murid-murid-Nya dengan Roh Kudus. Yesus mengatakan Ia menemani murid-murid-Nya sampai akhir zaman. Ia menemani murid-muridnya di dalam Roh-Nya yang Kudus.

Dalam zaman akhir seperti dikatakan oleh Yesus dalam Matius 7:22-23, banyak orang yang merasa telah berjalan bersama Yesus, melayani Yesus, bernubuat demi nama Yesus, mengusir setan demi nama Yesus, mengadakan mujizat-mujizat di dalam nama Yesus, tetapi Yesus mengatakan kepada mereka “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”. Orang-orang ini tadi pastilah terperanjak, berbeda sekali dengan pemahaman, pengertiannya dengan apa yang dilakukan dalam kehidupan keseharian di dalam pelayanannya, mereka ini ditolak oleh Yesus padahal mereka merasakan sudah melayani Yesus selama hidup di dunia. Sebabnya sederhana saudara, orang-orang itu tadi tidak punya Roh Kudus di dalam hatinya.

Ayat-ayat yang keras ini memotivasi kita semua untuk mempertanyakan kembali apakah benar-benar Roh Kudus sudah tinggal di dalam diri kita. Tanda-tanda kehadiran Roh Kudus di dalam diri kita, tampak dari buah-buah Roh seperti ditulis oleh Paulus dalam Galatia 5:22-23, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.

Ritual atau liturgi gereja, peraturan-peraturan gereja tidak merupakan suatu kepastian seorang bisa diurapi oleh Roh Kudus. Kehadiran Roh Kudus adalah peristiwa pribadi pada waktu orang itu disadarkan oleh Roh Kudus tentang dosa-dosanya, jalan tersesat selama ini, maka seperti dikatakan Raul Paulus dalam Kisah Para Rasul 2:38: “Orang yang bertobat di dalam Yesus Kristus mendapat anugerah Roh Kudus”. Jadi disini ada kata kunci pertobatan, Yesus berkata dalam Markus 1:15b: “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil”. Tanpa pertobatan tidak ada pengampunan dan tanpa pengampunan tidak ada keselamatan.

Kehadiran Roh kudus di dalam hidup kita, adalah sebuah meterai bahwa kita warga Kerajaan Allah. Kerajaan Allah itu sudah ada sekarang dan di sini, dimana Yesus adalah Raja, dan kita adalah warga kerajaan Allah.  Roh Kudus berkarya di dalam kehidupan kita, memberikan semangat pada waktu kita lemah, menasihati kita apabila kita jalan melenceng, menegor apabila kita melakukan kesalahan-kesalahan sehingga pada saat itu juga kita bisa memohon ampun. Roh Kudus menghibur kita di kala duka, memampukan kita memahami firman Tuhan, memberikan kita keberanian menghadapi kehidupan ini, memampukan kita mengampuni saudara yang bersalah kepada kita, memberikan kita kemampuan untuk mengendalikan diri dan lain-lain.

Dalam Rom 8:14, tertulis: “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah”. Jadi anak Allah adalah orang yang sudah didiami oleh Roh Kudus. Yesus didiami Roh Kudus disebut Anak Allah, huruf “A” pada Anak adalah huruf besar sebab Ia adalah Tuhan yang menjadi manusia, sedangkan kita disebut anak Allah (“A” dalam anak ditulis dengan huruf kecil). Kita bersama dengan Tuhan menjadi satu keluarga besar, kita boleh memanggil Tuhan sebagai Bapa. Dalam Roma 8:15b tertulis; “Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!”. Dalam ayat 16 tertulis: “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah”.

Anak Allah adalah sebuah status yang sudah kita miliki sekarang ini disini pada waktu ini pada waktu Roh Kudus tinggal di dalam diri kita. Anak Allah berarti Tuhan diam bersama dengan kita. Kalau ada Tuhan di suatu tempat pastilah ada malaikat-malaikat berpasukan mengiring Dia. Apabila seorang anak Tuhan ada di suatu tempat, maka ada juga pasukan malaikat yang mengelilingi dia, berarti seorang anak Tuhan itu memiliki proteksi supranatural. Sebagai anak Allah kita berhak menerima warisan Allah, janji-janji Allah. Alkitab terdiri dari ribuan janji-janji Allah kepada manusia, Alkitab adalah perjanjian Allah dengan manusia, Alkitab disebut juga sebagai Perjanjian, disebut juga dalam bahasa Inggris sebagai “Testament”, ada Perjanjian Baru (New Tastement) dan ada Perjanjian Lama (Old Testament). Arti lain dari testament adalah “warisan”, jadi status kita sebagai anak Allah menyebabkan kita punya kedudukan sebagai ahli waris yang berhak menerima janji-janji Allah.

Alkitab terdiri dari ribuan janji-janji, Alkitab memiliki dimensi super sempurna mencakup semua kehidupan kita baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang dalam Kerajaan kekal. Janji-janji Firman Tuhan tidak berlaku bagi sembarang orang, apabila kita fotocopy lembaran-lembaran Alkitab dan kita bagikan kepada orang-orang di pasar, maka janji-janji yang ada disana tidak serta merta berlaku bagi orang-orang itu. Janji-janji Firman Tuhan itu hanya berlaku bagi ahli-ahli waris, orang-orang yang berhak menerima janji-janji itu, kalau dalam Mazmur 112 tertulis “Orang yang takut akan Tuhan, anak cucunya perkasa di muka Bumi”, maka hal ini berlaku bagi anak-anak Allah, kita imani itu sebagai sebuah keniscayaan.

Apabila Matius 6:33 berkata: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”. Kita bisa imani ini adalah suatu keniscayaan. Firman Tuhan dalam Alkitab begitu kaya, lebih dari kita mampu memahami, memiliki dimensi lebih dari yang kita mengerti, mencakup semua aspek kehidupan ini. Bagaimanapun kondisi kita, apapun yang sedang kita alami, dimanapun kita sedang berada, ada janji-janji Allah yang berlaku bagi kita, yang menguatkan kita, memberikan inspirasi, memberikan pengharapan akan masa depan. Semua ini menjadi milik kita pada waktu kita didiami oleh Roh Kudus.

Kehidupan anak Tuhan adalah kehidupan yang kaya akan berkat. Barangkali Tuhan tidak memberikan kepada kita harta yang berlimpah secara materi tetapi yang pasti yang ia berikan kehidupan sukacita, damai dan sejahtera. Kehidupan kita bukan hanya aspek materi jasmani, tetapi ada aspek kesehatan, aspek kedamaian di dalam rumah tangga. Di dalam Tuhan, aspek-aspek kedagingan, aspek-aspek yang bersifat harta benda, materi sudah menjadi nomor 2 bahkan nomor 3 dalam kehidupan kita. Satu hal yang pasti bagaimanapun keadaan kita, ada cukup makanan, minuman, pakaian, pemondokan, kesehatan. Kita dicukupkan Tuhan apapun kebutuhan kita untuk menjalani kehidupan ini.

Sumber: KYKY (Kebenaran Yang Kami Yakini) GIKI

 

Siapakah Yesus Yang Sebenarnya?

Pertanyaan tentang siapakah Yesus, adalah pertanyaan dari awal berdirinya gereja sampai dengan sekarang ini, banyak orang yang berbeda pandangan tentang siapakah Dia. Misalnya, pada waktu kita menyebut Allah sebagai Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Benar yang kita sebutkan adalah Allah, apabila kita melihatnya sebagai Allah di dalam Yesus Kristus. Pemeluk agama Yahudi juga menyebutkan Allah sebagai Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, tetapi mereka tidak mempercayai Yesus Kristus sebagai Tuhan. Apakah sama Allah dalam kedua versi itu? Tentu saja tidak. Allah di luar Yesus Kristus, bukanlah Allah umat Kristiani.

Untuk mengenal Yesus lebih baik, kita perlu juga mengenal Allah lebih baik. Siapakah Allah itu? Apakah manusia di bumi ini pernah melihat Allah? Kalau kita pelajari kitab-kitab Perjanjian Lama, Allah berbicara hanya dengan orang-orang tertentu, misalnya dengan Musa. Ia merasakan kehadiran dan kemulian Allah yang luar biasa, tetapi Musa tidak pernah melihat Allah dengan sempurna. Apakah nanti di Sorga kita bisa melihat Allah ? Dalam kitab Yes. 6:1, Tuhan mengizinkan Yesaya melihat kemulian-Nya. Dalam ayat tersebut,  tertulis :” Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci”. Jadi Yesaya tidak bisa melihat dengan sempurna kemuliaan Allah itu.

Dalam Yes 6:2 tertulis : Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang”. Bahkan Serafim sendiri, malaikat kudus yang melayani Tuhan, tidak bisa melihat kemuliaan Allah secara sempurna. Kalau demikian, bagaimana kita nanti mengenal Allah? Kita hanya bisa mengenal Allah, apabila Ia memperkenalkan diri-Nya kepada kita. Itulah yang terjadi dengan kedatangan-Nya sebagai manusia di dalam Yesus Kristus. Yoh 1:18 berkata: Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya”. Allah memperkenalkan diri-Nya kepada manusia melalui Yesus Kristus.

Selanjutnya, kita amini,Yesus yang disalib, bangkit dari antara orang mati dan naik ke sorga duduk disebelah kanan Allah Bapa? Apa artinya Yesus duduk di sebelah kanan Allah Bapa sedangkan kita sendiri kita tidak mampu untuk melihat Allah Bapa itu. Menurut pendapat saya, pada waktu kita memasuki kerajaan kekekalan, Yesus adalah Tuhan yang bisa kita lihat. Kepada penjahat yang disalib bersama Dia, Yesus mengatakan: ”Sebentar lagi kita akan bersama-sama di taman firdaus”. Dengan pengertian ini, menjadi jelas, yang dikatakan Yesus bahwa ”di dalam Yesus tidak ada lagi kematian”, artinya, di dunia ini kita bersama Yesus, di taman firdaus kita bersama Yesus dan di dunia yang kekal nanti kita bersama dengan Yesus.

Cara berdoa kadang-kadang menunjukkan juga pemahaman kita tentang siapakah Yesus. Ada orang yang beranggapan bahwa nama Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus harus disebut secara berimbang. Apabila saya menyebut nama Bapa terlalu sering nanti  bagaimana dengan Allah Anak, dan bagaimana kalau saya terlalu sering menyebut nama Allah Bapa dan Allah Anak,  nanti saya melupakan  Allah Roh Kudus? Perlu kita ingat, Allah adalah Allah Yang Esa. Dalam Yoh. 14:23, ” Jawab Yesus: “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia”. Jadi tidak perlu dibedakan, tidak perlu dipertentangkan antara Allah Bapa dengan Allah Anak dan Allah Roh Kudus. Kita dapat menyebut  Allah sebagai Bapa, atau menyebut Allah sebagai Roh Kudus. Tetapi sebagai umat Injili, kita lebih sering menyebut Allah sebagai Tuhan Yesus karena alamat doa ini jelas. Kalau hanya menyebut nama Tuhan, barangkali kita berbicara tentang Allah yang berbeda.

Pengenalan kita tentang Yesus akan mempengaruhi semua hubungan kerohanian kita dengan Allah. Baik cara kita berkhotbah, memilih puji-pujian dan sebagainya. Semua pemberitaan firman berpusat kepada Dia, semua puji-pujian akan berpusat pada Dia. Kidung-kidung pujian yang mungkin terasa indah, dan enak didengar, tetapi tanpa ada pemberitaan tentang Yesus didalamnya, tidak lebih dari kidung pujian yang dinyanyikan penyanyi-penyanyi populer. Mungkin indah, namun tanpa ada jamahan terhadap rohani kita.

Sampai masa kini usaha-usaha merendahkan Yesus tidak pernah berhenti. Beberapa waktu yang lalu muncul film berjudul Da Vinci Code yang menghebohkan karena mengatakan bahwa Yesus menikah dengan Marida Magdalena. Munculnya Anti Kristus sudah dinubuatkan oleh firman Tuhan antara lain dalam 1 Yoh 4:3 demikian: “Dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia”. Sejak tahun 1960-an bermunculan buku-buku dan film-film yang mencoba mendiskreditkan pribadi Yesus. Sebuah buku terbit dalam tahun 1960-an yang kemudian difilmkan dalam tahun 1970-an dengan judul ”Jesus Christ Super Star” karya Tim Rice dan Andrew Lloyd Weber yang menjadikan Judas Iskariot sebagai pahlawan dan Yesus digambarkan sebagai orang yang frustrasi dan mati dalam kegagalan.

Perkembangan teologia liberal yang didorong paham rasionaisme beberapa abad yang lalu telah menghasilkan apa yang disebut ”Historical Jesus”, ”Yesus Sejarah” yang mencoba merekonstruksi kehidupan Yesus dengan menolak hal-hal yang bersifat supranatural disekeliling-Nya terutama kelahiran dari anak dara, mujizat yang dilakukannya, kebangkitan-Nya sehingga ketuhanan Yesus pun ditolak dan Yesus dipaksakan untuk sekedar  menjadi tokoh yang mengalami pergumulan sosial politik di Palestina di abad pertama.

Kembali pada pertanyaan, siapakah Yesus yang sebenarnya?

Ada berbagai sebutan yang diberikan bagi Yesus, Penasihat Ajaib, Allah Yang Perkasa, Bapa Yang Kekal, Raja Damai Anak Manusia , Anak Domba Allah , Anak Allah, Nabi, Rabbi, Tabib yang Agung , Gembala Yang Baik, Terang Dunia, Firman Allah Yang Hidup, Yang Awal dan Yang Ahir. Tetapi bagi saya, ada tiga sebutan utama Yesus. Yang pertama, Yesus adalah Tuhan, yang kedua Ia adalah Juru Selamat dan yang ketiga, Yesus adalah Raja.

Sebutan yang pertama, Yesus adalah Tuhan. Tuhan, adalah sebutan utama Yesus. Kyrios dalam bahasa Yunani, merupakan terjemahan dari bahasa Ibrani YHWE yaitu nama Allah dalam Perjanjian Lama. Dengan menyebut Yesus sebagai Tuhan, kita meyakini bahwa Yesus adalah Allah yang menciptakan langit, bumi dan segenap isinya. Yesus adalah Allah yang disebut dalam perjanjian Lama dan dalam Perjanjian Baru mendatangi manusia di dalam pribadi Yesus. Dalam Yoh 10:30, Yesus berkata: “Aku dan Bapa adalah satu”. Dalam Yohanes 8:58, Yesus menjelaskan lebih jauh siapa Dia sebenarnya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada”. Keilahian Yesus ditegaskan Injil Yoh. 1:1 yang mengatakan, “Firman itu adalah Allah” dan dalam Yoh 1:14 tertulis ”Firman itu telah menjadi manusia”. Yesus adalah Allah dalam wujud manusia.

Nubuat-nubuat tentang Kristus dalam Perjanjian Lama menyatakan keilahiannya, Antara lain dalam Yesaya 9:5-6, tertulis “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini”.

Menarik untuk diketahui,  penyebutan ”Tuhan Yesus” dalam Perjanjian Baru terjemahan baru Bahasa Indonesia ada sebanyak 56 kali, dan hanya 3 kali penyebutan ’Tuhan Yesus” dicatat dalam kitab-kitab Injil yaitu, Markus 16:19, Lukas 24:3   dan Yoh 4:1. Sebanyak 53 kali  penyebutan ”Tuhan Yesus” lainnya justru terdapat dalam kitab atau surat-surat lainnya. Apa artinya ini? Yesus yang rendah hati itu, walau Dia adalah Allah tidak pernah menyebut diri-Nya sebagai Allah. Para pengikutnyalah yang dengan pemahaman yang disampaikan Roh Kudus menyebut Yesus sebagai Tuhan.

Sebutan Yesus yang kedua adalah Juru Selamat.  Sebutan ini dikumandangkan oleh seorang malaikat, diiringi bala tentara Sorga yang banyak jumlahnya, dalam Lukas 2:11, ”Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud”. Ia adalah Anak domba yang telah dikorbankan di kayu salib sebagai korban penghapusan dosa manusia. Kita bukan ditebus dengan uang, emas atau perak melainkan dengan harga yang sangat mahal, dengan darah yang tidak bercela yaitu  darah Allah sendiri yang mengalir dalam tubuh Yesus Kristus. Anak Domba yang dikorbankan, berarti dosa manusia yang percaya kepada-Nya dihapus melalui kematian Yesus, seperti yang dimaksudkan sebagai “korban penebus salah” dalam Perjanjian Lama, khususnya dalam Kitab Imamat 5:17-19. Dalam peristiwa Paskah pertama,  ketika bangsa Israel dilepaskan dari perbudakan di Mesir, pengorbanan seekor anak domba memainkan peranan besar. Dalam Markus 14:22-25, Ia mengingatkan murid-murid bahwa apa yang akan dilakukan-Nya di kayu salib merupakan suatu titik balik yang penting dalam hidup mereka sendiri, sama seperti Paskah pertama telah menjadi titik balik bagi seluruh bangsa Israel.

Dalam Markus 10:45, Yesus mengatakan dengan tegas bahwa Dia hendak menjadi “tebusan”. “Tebusan” adalah harga yang dibayar guna membebaskan seorang budak. Gambaran ini cocok dengan kematian Yesus, karena orang yang dibebaskan Yesus, benar-benar dibebaskan agar menjadi milik Allah. 1Petrus 1:18-19 berkata, “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat”.  Ketika Yesus mati sebagai korban di kayu salib sebagai tebusan bagi kita, Ia mati menggantikan kita. Di kayu salib Ia melakukan bagi kita apa yang tidak dapat kita lakukan sendiri.

Sebutan Yesus yang ketiga adalah Raja. Malaikat Gabriel menyapa Maria dalam Lukas 1:33, demikian,  ”dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan”. Hal inilah yang telah dinubuatkan di dalam Yesaya 9:6, ”Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya”. Yesus bukan saja Tuhan dan Juru Selamat tetapi juga adalah Raja. Ia adalah Raja, kita adalah warga kerajaan itu.

Apakah beda antara Tuhan dan Raja? Tuhan dan Raja sama-sama ditinggikan, dihormati dan disembah, tetapi seorang Raja memiliki hubungi keseharian dengan rakyat-Nya. Dalam Yesaya 9:5 tertulis bahwa ada lambang pemerintahan yang diletakkan dalam bahu Yesus. Apakah fungsi seorang raja? Ada tiga fungsi yang melekat dalam diri seorang raja. Pertama, seorang raja bertanggung-jawab terhadap keamanan kerajaan dan rakyatnya. Kalau ada musuh menyerang, raja akan menggerakkan pasukannya untuk menumpas musuh yang menyerang. Yang kedua, seorang raja bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dan fungsi raja yang ketiga adalah sebagai hakim. Pada waktu rakyatnya diperlakukan tidak adil, rakyat bisa mengadukan perkaranya kepada raja dan ia akan menghakimi dengan adil.

Kerajaan Allah sudah ada di dunia ini, sudah diproklamasikan oleh Yesus. Kerajaan itu akan menjadi sempurna sesudah kedatangan-Nya yang kedua kali. Kerajaan Allah itu ibarat biji sesawi yang bertumbuh menjadi pohon yang besar atau sebagai ragi yang mengkhamiri seluruh adonan. Kerajaan Allah itu ada di antara orang-orang percaya. Kalau kita meyakini Kerajaan Allah sudah ada, maka sebagai konsekuensinya, Yesus adalah Raja dalam Kerajaan Allah ini. Dengan keyakinan seperti ini, kita meyakini pula bahwa pada masa kini pun ada proteksi, perlindungan khusus bagi setiap orang percaya, kita adalah biji mata-Nya. Yesus, raja kita akan meluputkan kita pada masa kesesakan.

Kita meyakini, setiap orang percaya akan mendapatkan makanan, minuman, pakaian, rumah dan semua kebutuhan hidupnya. Inilah yang dijanjikan Yesus dalam matius 6:33, ”Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya maka semua itu akan ditambahkan kepadamu”.

Kita juga meyakini, walau kita hidup dalam dunia yang tidak adil tetapi Yesus adalah Hakim yang Adil, Ia akan melindungi kita, mempertahankan hak-hak kita dalam kehidupan kita di dunia ini.

Sumber: KYKY (Kebenaran Yang Kami Yakini) GIKI

Kenapa Allah Perlu Datang Sebagai Manusia?

Setiap orang, apapun suku, bangsa dan bahasanya, pasti sudah pernah mendapatkan nasihat-nasihat yang baik. Apakah dari orang tua, dari guru, dari pemuka agama dan sebagainya. Tetapi, kenyataannya, dunia bukan semakin baik. Artinya, nasihat-nasihat dan ajaran-ajaran itu tidak membuat manusia lebih baik. Bukan hanya nasihat manusia, ajaran dari Tuhan pun tidak didengarkan manusia. Kita dapat merenungkan hal ini dalam sejarah umat manusia seperti ditulis dalam Alkitab.

Allah menciptakan manusia untuk menjadi mitra-Nya mengelola dunia ini. Allah ingin manusia menikmati berkat-berkat yang disediakan Tuhan, hidup dalam sukacita, damai dan sejahtera. Itu adalah tujuan penciptaan yang kita bisa baca dalam pasal pertama kitab Kejadian. Nenek moyang kita yang pertama, Adam dan Hawa menikmati hidup berkelimpahan di Taman Eden. Tetapi ketika Iblis berhasil menggoda Hawa untuk memakan buah larangan itu, maka manusia itu jatuh ke dalam dosa. Sejak saat itu kehidupan manusia menjadi berbeda sama sekali. Dosa memasuki kehidupan manusia.

Manusia berkembang, bertambah jumlahnya, tetapi dosa semakin merasuki kehidupan manusia. Pada suatu waktu, Allah memusnahkan umat manusia dengan air bah, kecuali empat pasang keluarga Nuh dengan anak-menantunya. Ibarat menulis di atas kertas yang sudah kotor,  yang sudah banyak coreng-morengnya, Allah memutuskan untuk menulis kembali di sebuah kertas putih bersih yang baru.

Tetapi sejak bencana air bah itu, Allah berjanji tidak akanmenghukum manusia dengan cara yang sama. Allah mengirim utusan-utusan-Nya para Nabi untuk menyampaikan nasihat-nasihat dan ajaran yang baik. Apabila manusia menurut nasihat dan ajaran  yang disampaikan oleh Allah maka manusia itu akan hidup dalam sukacita, damai dan sejahtera.

Dalam perjalanan dari tanah perbudakan di tanah Mesir ke Tanah Perjanjian, di Gunung Sinai, Allah memberikan kepada Musa dua loh batu berisi sepuluh perintah Allah yang merupakan rambu-rambu agar umat pilihan Allah mengetahui apa yang baik, apa yang salah, apa yang benar dan apa yang berdosa.

Dalam perjalanan umat Israel dari Mesir ke Tanah Perjanjian selama 40 tahun, banyak mujizat terjadi dalam perjalanan itu. Umat Israel melihat kemuliaan Alllah dalam berbagai peristiwa. Allah memberi manna dan burung puyuh sebagai makanan mereka. Allah menyediakan tiang awan untuk memelihara mereka dari terik matahari. Allah menyediakan tiang api agar mereka tidak kedinginan di malam hari. Tetapi Umat Israel  tetap bersungut-sungut mendukakan hati Allah. Kebaikan Allah tidak diresponi dengan baik oleh Umat Israel  Namun demikian,  Allah terus berkarya menyampaikan firman Tuhan dengan perantaraan para nabi. Umat Israel yang disebut Allah sebagai bangsa yang tegar tengkuk tidak menuruti nasihat-nasihat dan ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Allah.

Nasihat dan ajaran betapa  baiknya pun, bahkan yang disampaikan oleh Allah sendiri, tidak dituruti oleh manusia. Inilah penyebab dari segala kekacauan yang terjadi di dunia sampai sekarang ini. Bukan karena hukum tidak ada, bukan karena firman Allah tidak ada tetapi karena manusia tidak menuruti firman Allah.

Betapa sedih hati Allah terhadap umatNya yang tidak menuruti ajaran dan nasihat-Nya dapat kita lihat dari tangisan Yesus.  Hanya dua kali Alkitab mencatat Yesus menangis. Yang pertama, Yesus menangis bersama dengan Maria dan Marta yang berduka oleh  karena saudara mereka Lazarus sudah meninggal dunia. Dan yang kedua, Yesus menangis ketika Ia menatap Yerusalem dari lereng di sekitar Bukit Zaitun. Pada waktu itu Ia berkata, seperti tertulis dalam Luk 19:41-44, “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau”. Yesus menatap Yerusalem dan menangisi jiwa-jiwa yang sedang hilang menuju neraka padahal Allah dalam Yesus Kristus sedang melawat mereka. Kesimpulannya, firman Allah dalam bentuk hukum, ajaran dan nasihat tetap tidak dituruti oleh umat manusia.

Maleakhi adalah kitab terakhir Perjanjian Lama. Sesudah itu untuk masa yang panjang sekitar 400 tahun, Tuhan berdiam diri, tidak ada lagi nabi yang menyampaikan firman Tuhan. Apakah Allah berhenti berkarya bagi keselamatan umat manusia. Tidak, Allah tetap berkarya. Ada karya agung yang disiapkan-Nya, yaitu, Ia sendiri datang secara pribadi menemui umat-Nya, menemui manusia. Ia menjadi manusia di dalam Yesus Kristus.

Allah mengetahui bahwa manusia dengan kekuatannya sendiri tidak mungkin diselamatkan. Sekali lagi, manusia tidak bisa diselamatkan dengan kekuatannya sendiri walau diberikan ajaran, nasihat dan hukum. Itu sebabnya Allah sendiri datang menemui manusia yang berdosa itu.

Nabi terakhir yang diutus Allah sebelum kedatangan-Nya sebagai manusia adalah Yohanes Pembaptis. Nabi Yohanes perintis jalan bagi kedatangan Yesus. Apa yang disampaikan oleh Yohanes? Ia menyampaikan seruan pertobatan. Dalam Mrk 1:4 ia berkata. ” Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu”.  Suara kenabian yang disampaikan Yohanes  juga disampaikan Yesus dalam Mrk 1:15, ”Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu”.

Apakah Tuhan Yesus membawa ajaran baru? Tidak! Semua ajaran yang disampaikan oleh Yesus sebenarnya sudah disampaikan Allah dalam Perjanjian Lama melalui para nabi. Yesus menggenapi apa yang sudah disampaikan-Nya sebagai Allah dalam Perjanjian Lama. Ajaran kasih yang disampaikan Yesus adalah intisari dari semua ajaran yang sudah disampaikan oleh Allah. Yesus memberikan pencerahan tentang firman Allah dalam suatu persepsi baru yang benar dan segar.

Yesus tidak meyampaikan suatu ajaran atau hukum yang baru karena Alllah mengetahui ajaran dan hukum tidak menyelamatkan manusia. Kalau demikian, apa sesungguhnya  arti kedatangan Yesus? Perlu kita simak baik-baik. Ada dua hal yang sangat sangat penting dari kedatangan Yesus. Pertama, Ia menjadi anak domba yang dikorbankan di Kayu Salib untuk menebus dosa manusia, sekali dan untuk selamanya. Yang kedua, Allah tahu bahwa manusia tidak mampu dan tidak mungkin menyelamatkan dirinya  walaupun Allah menyediakan petunjuk-petunjuk berupa ajaran, nasihat dan hukum. Sekarang, kita perlu catat baik-baik,  kita perlu ingat baik-baik, Allah memutuskan bahwa Ia bersedia tinggal di dalam diri manusia itu sendiri. Allah  dalam Roh Kudus diam di dalam manusia. Manusia memang tidak mampu untuk menyelamatkan dirinya, tetapi Allah yang berdiam di dalam diri manusia memampukannya. Dua hal ini yang paling penting dan tidak boleh kita lupakan tentang arti kehadiran Allah sebagai manusia di dunia ini.

Karya Alllah di dalam Roh Kudus adalah dimensi baru dalam sejarah keselamatan. Allah bersedia diam dalam hati manusia.

Dalam Perjanjian Lama hanya orang-orang tertentu yang menerima urapan Roh Kudus seperti para nabi dan raja-raja yang diurapi-Nya. Dalam Perjanjian Baru, Allah membuka kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menerima anugerah Roh Kudus itu. Anugerah itu tersedia bagi setiap orang yang mau menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat Nya. Dalam Mrk 1:7-8, Yohanes Pembaptis berkata, ” Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.  Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus”.

Yesus membaptis dengan Roh Kudus. Tetapi apabila kita mempelajari pelayanan Yesus di dunia ini, Ia tidak pernah membaptis, Ia tidak pernah menyelenggarakan apa yang disebut sebagai baptisan Roh Kudus. Kapan baptisan Roh Kudus terjadi? Kapan Yesus membaptis dengan Roh Kudus?  Sebelum naik ke sorga, Ia berkata dalam Kis. 1:4-5, ”Pada suatu hari ketika Ia makan bersama-sama dengan mereka, Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa, yang — demikian kata-Nya — “telah kamu dengar dari pada-Ku.  Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus”. Yesus mengatakan, nubutan yang disampaikan Yohanes tentang baptisan Roh Kudus yang dilakukan oelh Yesus akan segera tiba waktunya. Peristiwa itu terjadi pada hari Pentakosta, limapuluh hari sesudah hari minggu kebangkitan Yesus.

Kenaikan Yesus ke Sorga berhubungan dengan karya Roh Kudus pada hari Pentakosta.

Yesus berkata dalam Yoh 16:7, ”Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu”.

Jelas, peristiwa kenaikan Yesus ke sorga berhubungan dengan karya Roh Kudus yang dinyatakan pada hari Pentakosta. Kalau Yesus tidak naik ke sorga maka tidak ada pencurahan Roh Kudus, dan kalau tidak ada kebangkitan maka Yesus tidak akan naik ke sorga. Yesus tidak akan bangkit kalau Ia tidak disalib di Golgota. Ia tidak disalib di Golgota apabila Ia tidak dilahirkan di kandang Betlehem. Ada tali temali, kaitan yang sangat erat dalam peristiwa-peristiwa, dalam momen-momen penting dari pelayanan Yesus yang merupakan intisari misi Yesus ke dunia ini. Ia lahir, Ia disalib, Ia mati dan dikuburkan, Ia bangkit, Ia naik ke Sorga dan kemudian Ia mencurahkan Roh Kudus pada hari Pentakosta.

Kesimpulan:

  1. Firman Allah yang berisi hukum, ajaran dan nasihat  tidak membawa keselamatan bagi manusia. Godaan Iblis dan sifat kedagingan mencegah manusia mengikuti  ajaran baik yang sudah disediakan Allah. Saudara, apabila seorang berpendapat bahwa ia bisa menguduskan dirinya dengan menyiksa diri, dengan bertapa, dengan melakukan suatu kehidupan yang sangat berdisiplin ia tidak akan bisa mencapai hidup kudus tersebut karena betapa besarpun upaya manusia, ia tidak akan bisa mengalahkan godaan dari si iblis.
  2. Allah mengetahui manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, Allah di dalam Yesus Kristus meninggalkan kemuliaan Sorga dan hidup sebagai manusia yang hina . Ada dua hal utama yang dilakukan-Nya bagi keselamatan manusia. Yang pertama Ia disalibkan sebagai korban penebus dosa bagi manusia. Dan yang kedua, melalui peristiwa kebangkitan dan kenaikan-Nya ke sorga Ia mencurahkan Roh Kudus pada hari pentakosta. Roh Kudus adalah Alllah yang  berdiam di dalam hati manusia. Pencurahan Roh Kudus adalah baptisan Roh Kudus oleh Yesus Kristus. Karunia Roh Kudus diberikan bagi setiap orang yang mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan.

Dalam kesempatan ini, perlu kita renungkan lebih mendalam tentang hubungan antara pertobatan dengan ”diselamatkan karena percaya bahwa Yesus adalah Tuhan”. Kalau kita percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, maka kita akan menuruti seruan pertobatan-Nya yang disampaikan dalam Mrk 1:15, “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”

Bertobat adalah suatu sikap hati. Hal ini bisa kita lihat dari cerita anak yang hilang dalam Lukas 15,  ketika anak bungsu meminta warisannya, meninggalkan rumah Bapa, pergi ke negeri yang jauh, berfoya-foya menghabiskan uangnya dan  kemudian ia hidup melarat. Suatu kali ia harus menyantap ampas makanan babi. Ditengah-tengah keterpurukannya, ia mengingat kehangatan di riumah bapa di mana para pegawai dan pembantu yang bekerja di sana tidak ada yang berkekurangan. Di rumah, ada kehangatan, perhatian dan cinta kasih. Kemudian, ia mengambil putusan mengatasi rasa ego  dan rasa malunya untuk pulang ke rumah bapa dan melamar menjadi pekerja, menjadi seorang pegawai. Ia tidak membayangkan hal yang lebih baik, Ia menyadari akan kesalahan dan dosanya. Ia menyadari bahwa ia berdosa kepada Sorga dan kepada bapa. Harapannya tidak banyak, ia ingin bekerja sekedar bisa makan dan minum.

Dan ketika ia pulang ke rumah, apa reaksi sang bapa? Dari jauh, ketika bapa melihat anaknya yang bungsu pulang, ia berlari mengejar anaknya itu. Bayangkan, bapa yang terhormat, bapa yang mulia berlari mengejar anak bungsu. Berlari, menunjukkan kegirangan yang amat sangat di dalam hati sang bapa. Pada waktu anak bungsu berkata: ”Saya sudah berdosa kepada Sorga dan bapa”. Bapa tidak menanggapi perkataan anak bungsu. Ia menyuruh pegawai-pegawainya mengambil jubah terbaik, memasang cincin pada jari anak bungsu dan memasang sepatu pada kakinya. Ia meminta supaya anak lembu tambun disembelih dan mereka akan berpesta bersukacita.

Pada waktu anak bungsu bertobat, sang bapa tidak berkata: ”Anakku kalau engkau bertobat, tunjukkanlah lebih dahulu melalui perbuatan-perbuatan sehingga bapa yakin akan pertobatanmu”. Tidak, tidak ada perbuatan-perbuatan yang dituntut oleh sang bapa. Yang diperlukannya adalah hati yang bertobat. Jadi kembali kepada pertobatan, pertobatan adalah sebuah sikap hati seseorang dan bukan tindakan atau perbuatan baik. Jadi, ia belum melakukan perbuatan-perbuatan yang mendukung pertobatannya itu. Pada waktu seorang bertobat di dalam hatinya, ia menyesali perbuatan-perbuatannya yang sesat selama ini, maka Tuhan mengampuninya. Kemudian,  Allah berdiam bersama dengan orang itu di dalam Roh-Nya Yang Kudus. Roh Kudus lah yang memampukan orang itu melakukan perbuatan-perbuatan yang baik.

Pertobatan adalah kunci untuk memasuki Kerajaan Allah dan pertobatan adalah konsekuensi menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Kecenderungan pengajaran agama Kristen yang menekankan diselamatkan oleh iman kepada Yesus Kristus atau diselamatkan oleh karena anugerah Allah tanpa menekankan pentingnya pertobatan dapat menghasilkan suatu keselamatan yang semu.

Sumber: KYKY (Kebenaran Yang Kami Yakini) GIKI

Keselamatan didalam Yesus Kristus

Pemahaman keselamatan didalam Yesus Kristus dapat kita pahami dengan peristiwa-peristiwa rohani yang terjadi di Betlehem, Golgota, kubur kosong, Betania dan Ruang Atas di Yerusalem.

Betlehem

Kenapa Yesus perlu datang sebagai manusia?

Ketika Allah memberikan hukum Taurat kepada umat pilihan-Nya, umat Israel keadaan mereka bukan bertambah baik. Dalam perjalanannya umat pilihan Allah justru sering mendukakan hati Allah, manakala mereka dalam kesulitan, dalam pergumulan hidup yang besar mereka berseru memanggil nama Tuhan, tetapi ketika Tuhan telah menolong mereka, mereka terbebas dari pergumulan dan permasalahan, mereka lupa akan Tuhan. Ketika mereka sudah menikmati susu dan madu di tanah Perjanjian, mereka lupa Tuhan, mereka berbakti kepada allah-allah lain mendukakan hati Tuhan.

Hal ini menunjukkan manusia dengan kekuatan sendiri tidak bisa lagi memperbaiki dirinya, walau ada hukum, ada tuntunan hidup yang diberikan oleh Tuhan, manusia tidak mampu menaatinya. Itulah sebabnya Allah yang mengasihi umat manusia tetap berkarya melakukan penyelamatan. Dalam Perjanjian Lama, Allah mengutus Nabi-Nabi menyampaikan Firman-Nya, namun tetap umat pilihan-Nya tidak menuruti-Nya, dan sebagai upaya terakhir Allah sendiri datang menemui manusia sebagai manusia di dalam Yesus Kristus, sejarah baru penyelamatan manusia sudah dimulai. Allah pencipta langit, Bumi dan segenap isinya merendahkan diri serendah-rendahnya, dilahirkan sebagai manusia dikandang hewan di Betlehem.

Golgota

Untuk apa Ia dilahirkan sebagai manusia? Supaya Ia disalibkan! Ia adalah Anak Domba yang dikorbankan di kayu Salib sebagai korban penghapusan dosa manusia. Kita bukan ditebus dengan uang, emas atau perak melaikan dengan harga yang sangat mahal, dengan darah yang tidak bercela yaitu darah Allah itu sendiri yang mengalir dalam tubuh Yesus Kristus. Anak Domba yang dikorbankan berarti dosa manusia yang percaya kepada-Nya dihapus melalui kematian Yesus, hal ini sama dengan apa yang disebut sebagai korban penebus salah dalam Perjanjian Lama khususnya dalam Kitab Imamat 5:17-19.

Seperti kita ketahui dalam Paskah pertama di Mesir, ketika bangsa Israel dilepaskan dari perbudakan, darah Anak Domba dilaburkan pada kiri-kanan bagian atas kusen pintu rumah keluarga-keluarga umat Israel, sehingga tulah kematian melewati mereka. Darah Yesus yang tumpah di Golgota sama seperti itu, menyelamatkan orang yang percaya kepada-Nya dari kematian kekal. Kematian-Nya di Salib adalah tebusan dosa kita.

Petrus berkata dalam I Petrus 1:18-19, “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat”.

Kitalah yang harusnya tergantung di salib itu, tetapi oleh karena kemurahannya Ia ambil alih apa yang tidak dapat kita lakukan sendiri. Oleh karena itu kita menyebut Yesus sebagai Juruselamat.

Sebutan Juruselamat dikumandangkan oleh Malaikat dalam Lukas 2:11, “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud”.

Kubur kosong

Selanjutnya, pada hari ke-3 Ia bangkit dari antara orang mati. Seandainya Yesus tidak bangkit dari kematian, apa yang terjadi? Kalau Ia tidak bangkit, maka Yesus adalah sama saja dengan para Nabi dan para Rasul, mereka semua adalah manusia biasa yang terdiri dari darah dan daging, mereka mati, tubuhnya menjadi tanah, dari debu kembali menjadi debu. Apabila Yesus seperti ini, Ia bukanlah Tuhan, maka iman percaya kita sia-sia semuanya, maka apapun yang dikatakan oleh Yesus hanyalah sebatas ajaran-ajaran, sama dengan ajaran-ajaran yang lain, ajaran-ajaran yang barangkali baik namun tidak menyelamatkan.

Kalau Yesus hanya memberikan sebatas hanya ajaran-ajaran yang baik, maka “itu semua tidak ada artinya”, manusia tidak bisa diselamatkan dengan ajaran yang baik, nasihat yang baik, karena dosa yang sudah merasuki manusia ini tadi. Tetapi Puji Tuhan, Yesus yang bangkit dari antara orang mati menunjukkan bahwa Ia bukan manusia biasa, Ia adalah Tuhan.

Betania

Kita sudah berbicara tentang Betlehem, kita sudah berbicara tentang Golgota, kita sudah berbicara tentang kubur yang kosong (kebangkitan Yesus Kristus), dan sekarang kita berbicara tentang Betania (kenaikan Yesus Kristus), tertulis dalam Markus 16

“Ia naik dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa”. Duduk di atas tahta, berarti Ia adalah seorang Raja. Dalam Lukas 1:33, Malaikat Gabriel mengatakan kepada Maria: “Ia (Yesus) akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” Inilah yang dinubuatkan di dalam Yesaya 9:6, “Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya”.

Yesus bukan saja Tuhan dan Juruselamat, tetapi Ia adalah juga seorang Raja. Apakah beda antara Tuhan dan Raja? Tuhan dan Raja sama-sama di tinggikan, dimuliakan, dihormati dan disembah, tetapi seorang Raja memiliki hubungan keseharian dengan rakyatnya. Dalam Yesaya 9:5 tertulis ada lambang pemerintahan yang diletakkan dalam bahu Yesus. Apakah fungsi seorang Raja? Ada 3 fungsi yang melekat dalam diri seorang Raja

  1. Seorang Raja bertanggung jawab terhadap keamanan kerajaan dan rakyatnya. Kalau ada musuh menyerang Raja akan menggerakkan pasukannya menumpas musuh yang menyerang ini.
  2. Seorang Raja bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan rakyatnya dan
  3. Raja adalah seorang hakim. Pada waktu rakyatnya diperlakukan tidak adil, rakyat bisa mengadukan perkaranya kepada Raja yang akan menghakimi dengan adil.

Kenaikan-Nya ke Sorga, duduk di atas tahta disebelah kanan Allah menunjukkan bahwa Ia sekarang ini sudah berfungsi sebagai seorang Raja. Dalam kaitan ini akhli-akhli  Alkitab berbeda pendapat, ada sebagian yang menganggap bahwa Kerajaan Allah itu sudah ada sekarang dan disini, tetapi ada lagi sebagian yang menganggap kerajaan Allah akan hadir pada waktu kedatangan Yesus ke dua kali. Kita di GIKI menyakini, Kerajaan Allah sudah ada di dunia ini sekarang dan disini dan kerajaan itu sudah diproklamasikan oleh Yesus pada waktu Ia melayani di bumi ini.

Kerajaan Allah itu ibarat biji sesawi yang kian lama kian bertumbuh menjadi pohon yang besar, Kerajaan Allah itu sebagai Ragi yang menghamiri seluruh adon, Kerajaan Allah itu ada diantara orang-orang percaya.

Kalau kita meyakini Kerajaan Allah sudah ada, maka kita tentu dapat menerima Yesus adalah Raja dalam Kerajaan Allah ini. Karena itu, kita meyakini pula ada proteksi (perlindungan khusus) bagi setiap orang percaya, bagi anak-anak Allah yang adalah biji mata-Nya. Yesus Raja kita, bertanggung jawab akan keamanan umat-Nya.  Ia akan meluputkan kita pada masa kesesakan dan kita meyakini pula, Yesus memberikan kesejahteraan bagi setiap orang percaya tentang makanan, minuman, pakaian, rumah dan kebutuhan hidup lainnya. Inilah yang dijanjikan Yesus dalam Matius 6:33, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”. Kita juga meyakini walau kita hidup dalam dunia yang tidak adil, tetapi Yesus adalah Raja yang adil, Ia melindungi kita, mempertahankan hak-hak kita dalam kehidupan di dunia ini.

Kerajaan Allah yang dimaksudkan oleh Yesus, bukanlah pemerintahan politik tetapi sebuah pemerintahan rohani. Kepada Pilatus menjelang penyaliban Ia berkata “KerajaanKu bukan dari dunia ini”, namun Ia tidak menolak ketika Ia disebut sebagai seorang Raja. Ketika Pilatus bertanya, apakah ia seorang raja, Yesus menjawab:  “Engkau mengatakan bahwa Aku adalah Raja, utnuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran. Setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarakan suara Ku”.

Ruang Atas Yerusalem

Yesus Kristus naik ke sorga empat puluh hari sesudah hari minggu kebangkitan-Nya, dan pencurahan Roh Kudus terjadi sepuluh hari sesudah kenaikan-Nya  atau  50 hari sesudah Hari Kebangkitan. Ketika para murid sedang berkumpul di ruang atas rumah tempat mereka menumpang di Yerusalem, terjadilah pencurahan Roh Kudus bagi murid-murid pada hari Pentakosta. Terjadilah tanda-tanda heran dan mujizat berbahasa asing. Yang sakit disembuhkan, yang terikat dilepaskan, yang berbeban berat mendapat kelegaan, ada kesehatian dan kebersamaan yang kuat. Kehadiran Roh Kudus adalah dimensi baru dalam sejarah keselamatan umat manusia. Sebagai manusia yang terdiri dari darah dan daging, kita tidak mampu untuk melawan dosa, tetapi Tuhan memampukan kita dengan jalan berdiam dalam diri kita

Kesimpulan:

  1. Firman Allah yang berisi hukum, ajaran dan nasihat tidak membawa keselamatan bagi manusia. Godaan iblis dan sifat kedangian mencegah manusia mengikuti ajaran baik yang sudah disediakan Allah.
  2. Betlehem.  Allah mengetahui manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri, oleh karena itu Allah di dalam Yesus Kristus meninggalkan hunian Sorga, lahir di kandang hewan di Betlehem.
  3. Golgota. Untuk menebus manusia Ia disalibkan di Golgota sebagai korban penebus dosa manusia, Ia adalah Mesias, Ia adalah Juruselamat.
  4. Kubur kosong. Ia dikuburkan dan pada hari ke tiga bangkit dari antara orang mati.  Kubur kosong membutikan bahwa Ia telah bangkit, Ia bangkit karena Ia adalah Tuhan.
  5. Betania.  Ia naik ke Sorga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Ia adalah Raja dalam Kerajaan sudah ada pada waktu ini, kita semua orang percaya adalah rakyatnya.
  6. Ruang atas di Yerusalem. Sepuluh hari sesudah kenaikan-Nya ke Sorga, Ia mengurapi murid-murid-Nya dengan Roh Kudus. Kehadiran Roh Kudus adalah dimensi baru keselamatan. Kita sebagai manusia yang terdiri dari darah dan daging, tidak mampu untuk melawan dosa, tetapi Tuhan memampukan kita dengan jalan berdiam dalam diri kita.

Sumber: KYKY (Kebenaran Yang Kami Yakini) GIKI

 

 

Menyampaikan dan Menafsirkan Firman Tuhan

Ada tiga metode menyampaikan firman Tuhan, pertama, metode tekstual yaitu penyampaian firman Tuhan berdasarkan beberapa ayat firman Tuhan (bisa satu ayat saja) dan kemudian merenungkan, menyelidiki melihat kebenaran dan pesan-pesan yang terdapat didalamnya. Kedua, metode topikal, penyampaian firman Tuhan berdasarkan satu topik tertentu, menyelidiki firman Tuhan yang berhubungan dengan topik, merenungkan dan menyampaikan kebenaran dan pesan-pesan yang terdapat didalamnya. Ketiga, metode ekspositori, usaha penyampaian firman Tuhan sesuai dengan yang dimaksudkan oleh penulisnya. Firman Tuhan direnungkan ayat demi ayat dan boleh juga perikop demi perikop dan pasal demi pasal.

Firman Tuhan yang disampaikan oleh seorang pengkhotbah, tentu saja berisi pemahamannya tentang teks, topik dan ayat-ayat Alkitab. Dengan perkataan lain, pengkhotbah menyampaikan tafsirannya tentang firman Tuhan. Menjadi pertanyaan, apakah tafsiran yang disampaikannya sesuai dengan maksud penulisnya?

Dari 2Tim 3:16 dan 2Pet 1:20-21 dapat  kita pahami bahwa penulis Alkitab mendapat inspirasi atau pengilhaman dari Roh Kudus. Demikian pula penafsiran Alkitab terbaik dilakukan oleh orang yang didiami oleh Roh Kudus. Dalam kaitan ini, penafsir perlu berhati-hati untuk tidak dimasuki oleh roh iblis sehingga apa yang dianggapnya adalah tafsiran berdasarkan tuntunan Roh Kudus sebenarnya sudah disusupi oleh roh iblis sehingga dapat memunculkan pandangan-pandangan menyimpang bahkan ajaran-ajaran sesat. Untuk mencegah terjadinya hal ini, menelah firman Tuhan seperti tertulis di Alkitab, tidak dapat diabaikan (berhati-hati, jangan gampang mengatakan “Tuhan berbicara kepadaku”, atau “Roh Kudus memberitahukan kepadaku”, tetapi check-recheck dengan firman Tuhan dalam Alkitab)

Dalam menafsirkan firman Tuhan, kita perlu mengingat, penulis-penulis Alkitab hidup dalam zaman, budaya, tingkat peradaban dan wilayah geografis yang berbeda-beda. Untuk mengetahui dengan baik apa yang dimaksudkan oleh Alkitab, para penafsir perlu memahami latar belakang masing-masing penulisnya,  memahami hermeneutika, yaitu prinsip-prinsip penafsiran Alkitab,  dan penerapannya dalam praktik (eksegese).

Prinsip-prinsip penafsiran Alkitab:

  1. Analisa kontekstual,  suatu kata/ayat harus dipahami dalam kaitan dengan ayat/perikop/pasal yang lain. Dengan kata lain, seorang penafsir tidak boleh mengambil ayat sembarangan.
  2. Analisa kata dan tata bahasa. Memerlukan pengetahuan yang baik terhadap bahasa asli Alkitab (bahasa Ibrani untuk Perjanjian Lama, dan bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru). Sebagai alternatif, kita dapat membandingkan ayat-ayat firman Tuhan yang sedang kita pelajari menggunakan beberapa versi Alkitab, bahasa Indonesia, bahasa daerah atau versi-versi bahasa asing misalnya Bahasa Inggris terutama King James Version (KJV) yang terjemahannya dilakukan secara lateral, kata demi kata.
  3. Penafsiran sejarah dan sosial budaya pada waktu bagian Alkitab itu ditulis.
  4. Penafsiran  bahwa seluruh Alkitab adalah karya Allah, sehingga saling menjelaskan dan tidak ada bagian-bagian yang berkontradiksi. Penafsiran suatu ayat tidak boleh bertentangan dengan ayat yang lain.

Kita perlu mengingat pula, dalam Yoh. 1:14 tertulis bahwa Yesus Kristus adalah firman yang telah menjadi daging dan di sisi lain  Roh Kudus disebut juga sebagai Roh Yesus (Kis. 16:7, Fil. 1:19). Dengan demikian, penafsiran berdasarkan firman Tuhan dalam Alkitab yang diterangi oleh Roh Kudus, adalah penafsiran yang memiliki kuasa mengubah hidup baik penafsir maupun  pendengar atau pembacanya.

Siapa pun dapat membaca Alkitab, tetapi tanpa penerangan dari Roh Kudus, renungan itu sama saja dengan renungan populer yang mungkin menarik tetapi tidak mempunyai kuasa untuk mengubah hidup pendengarnya. Hanya Roh Kudus yang dapat “menghidupkan” isi Alkitab dan mencelikkan mata hati tentang peristiwa-peristiwa rohani terutama tentang keselamatn di dalam Yesus Kristus.

Sumber: KYKY (Kebenaran Yang Kami Yakini) GIKI