Ada dua hal penting dari kedatangan Yesus sebagai manusia, pertama Ia menjadi korban penebus dosa bagi kita di Golgota, dan kedua sesudah kenaikan-Nya ke Sorga, Ia mengurapi murid-murid- Nya dengan Roh Kudus. Pada waktu Roh Kudus menjamah hati kita sehingga sungguh menyadari dosa dalam lubuk hati yang paling dalam, menyesalinya, kemudian dengan komitmen kuat, serius, kita bertobat, maka Roh Kudus dianugerahkan kepada kita. Tuhan tinggal di dalam hati kita. Kita diselamatkan.
Peristiwa keselamatan, hanya terjadi sekali dalam hidup kita, bukan terjadi berulang-ulang, Jadi tidak ada, kelahiran kembali hanya terjadi sekali.
Tetapi, sesudah diselamatkan kita tidak serta merta menjadi kudus sama seperti Tuhan Yesus. Hidup kudus adalah hasil sebuah proses, proses pengudusan yang berlangsung seumur hidup. Semakin lama, kita dibentuk semakin serupa dengan Tuhan Yesus.
Dalam Perjanjian Lama kita belajar dari pertemuan umat Israel dengan Tuhan di padang gurun Sinai, betapa kudusnya Tuhan.
Sebelum bertemu dengan Tuhan, umat Israel harus menguduskan diri. Mereka tidak diperkenankan mendekati gunung Sinai, tempat dimana Tuhan akan menampakkan kemulian-Nya. Apabila mereka melanggarnya, akan dihukum mati. Baru sesudah sangkakala berbunyi tua-tua Israel bisa memasuki lereng Gunung Sinai. Tetapi hanya Musa sendiri yang naik ke puncak gunung untuk menemui Tuhan.
Ketika diizinkan melihat kemuliaan Tuhan di atas tahtanya, Yesaya berkata dalam Yes. 6:5, “Lalu kataku: “Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam.” Kekudusan Tuhan menyebabkan Yesaya tidak tahan berdiam di sekitar tahta Tuhan.
Dalam Kel. 33:20, Tuhan berkata kepada Musa: “Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup.” Tuhan adalah maha kudus, tidak ada manusia yang tahan memandang wajah-Nya.
Kesimpulannya, harus menguduskan diri dalam pertemuan dengan Tuhan, karena Tuhan adalah Maha Kudus. Kekudusan adalah hal yang sangat penting dalam berhubungan dengan Tuhan. Pendek kata, kita tidak bisa berhubungan, berkomunikasi dengan Tuhan, tanpa kekudusan. Tanpa kekudusan doa kita tidak didengarkan Tuhan bahkan ibadah kita menjadi tidak berarti.
Kita perlu belajar kembali tentang kekudusan hati kita ketika berhubungan dengan Tuhan. Acara ibadah perlu dipersiapkan dengan pengudusan diri oleh para pelayan, baik yang menjadi anggota tim pujian, pemain musik, penyambut tamu, liturgos, terutama hamba Tuhan yang akan menyampaikan firman Tuhan. Bukan hanya para pelayan, jemaat yang datang beribadah juga perlu mempersiapkan diri. Dengan sikap seperti ini, ibadah kita punya kuasa karena Roh Kudus bebas berkarya.
Ketika Raja Daud memindahkan tabut perjanjian (yang berisi dua loh batu yang diterima Musa dari Tuhan), ia melakukannya dengan penuh rasa takut dan hormat, seperti tertulis dalam 2 Sam. 613-14: “Apabila pengangkat-pengangkat tabut TUHAN itu melangkah maju enam langkah, maka ia mengorbankan seekor lembu dan seekor anak lembu gemukan. Dan Daud menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga; ia berbaju efod dari kain lenan”. Bayangkan, tidak terhitung banyaknya lembu yang dikorbankan Daud untuk membawa tabut perjanjian itu ke Yerusalem. Ini semua memperlihatkan betapa seriusnya suatu acara, prosesi atau pekerjaan dimana lambang Tuhan ada didalamnya.
Kekudusan sangat penting, sangat serius. Menyampingkan kekudusan, memandang sepele kekudusan, menyebabkan banyak orang Kristen, keluarga Kristen bahkan gereja-gereja Tuhan jatuh ke dalam pencobaan yang mengakibatkan kepahitan,penderitaan, kekecewaan yang berkepanjangan.
Dalam Roma 8:1-9, Paulus ini menulis ada dua jenis kehidupan , dan tidak ada jenis lain diantaranya, yaitu kehidupan kudus dan kehidupan yang tidak kudus (kehidupan berdosa). Kehidupan kudus adalah kehidupan yang dipimpin oleh Roh, kehidupan dalam kebenaran, kehidupan yang damai dan sejahtera. Kehidupan tidak kudus adalah kehidupan yang dipimpin oleh hawa nafsu kedagingan, kehidupan berdosa, kehidupan dalam perseteruan dengan Tuhan. Hidup kudus adalah hidup menurut Roh sedangkan hidup tidak kudus adalah hidup menurut daging.
Dalam Roma 8:9, dengan tegas Paulus mengatakan bahwa seorang yang tidak didiami oleh Roh Kudus bukan milik Kristus. Kalau bukan milik Kristus berarti kita milik si iblis. Sebaliknya dengan tegas pula ia mengatakan dalam Roma 8:14, bahwa orang yang memiliki Roh Kudus adalah anak Allah.
Dari Ibrani 12:5-14, dapat kita baca, sebagai anak Tuhan, kita mendapatkan pendidikan dan pengajaran secara langsung dari Tuhan yang tujuannya disebutkan dalam ayat 10, yaitu supaya kita mendapat bagian dalam kekudusan-Nya. Dalam ayat 6 dipakai kata “menghajar” dan “menyesah”, berarti pendidikan dan pengajaran yang kita terima bersifat keras, sama seperti yang diberikan kepada prajurit-prajurit pasukan komando. Proses pengudusan ini bertujuan membuat kita menjadi lebih kudus.
Tuhan, Bapa Sorgawi jauh lebih bijaksana dari pada bapa duniawi. Kalau bapa duniawi saja punya alasan dan tujuan ketika mendidik anak-anaknya, apalagi Bapa Surgawi. Kalau Bapa surgawi menghajar anak-Nya, pasti ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam diri anak-Nya. Tuhan tidak akan menghajar seorang anak-Nya kalau memang tidak memerlukan perbaikan lagi.
Tentang keras atau lembutnya hajaran Tuhan, disesuaikan-Nya dengan tingkat kesalahan anak-Nya. Ibarat seorang anak kecil iseng bawa abu dari pekarangan dan tebarkan di lantai rumah yang bersih. Mula-mula sang ibu akan berbisik lembut, supaya si anak jangan lakukan lagi. Kalau anaknya, masih mengulangi lagi perbuatannya, sang ibu akan berteriak keras, memperingati anaknya untuk kedua kalinya. Kalau anaknya masih juga tidak mendengarkan, sang ibu akan mengurung anaknya di kamar mandi.
Sesudah kita bertobat dan menerima karunia Roh Kudus, apabila kita melakukan kesalahan, kita akan segera diingatkan Roh Kudus akan perbuatan kita yang salah. Pada waktu itu juga, kita perlu meminta pengampunan Tuhan. Sesuai dengan firman-Nya dalam l Yoh. 1:9, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”. Pada saat ditegur Roh Kudus, kita minta ampun, dan status kekudusan kita dipulihkan kembali. Masalahnya, kadang-kadang kita tidak mendengarkan suara lembut Roh Kudus itu. Sama seperti sang ibu tadi, Tuhan kemudian menegor dengan keras. Apabila kita belum juga mendengarkan, Ia akan mencubit, memukul dan akhkirnya boleh jadi Ia memukul dengan keras.
Keselamatan kita adalah yang terpenting bagi Tuhan. Ia mengatakan dalam Mat. 18:8-9, demikian, “Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua”.
Bagi Tuhan, keselamatan lebih penting dari usaha dan pekerjaan kita. Keselamatan lebih penting dari harta benda milik kita, keselamatan lebih penting dari kesehatan kita. Tidak mustahil, apabila kita tidak juga mendengarkan suara Roh Kudus yang menegur kita, kita akan dipukul-Nya. Kalau usaha/bisnis menghalangi kita untuk hidup kudus, Tuhan mengizinkan usaha kita bangkrut. Kalau kegiatan dan perbuatan kita menghalangi kita hidup kudus, tidak mustahil Ia akan mengizinkan kita jatuh sakit.
Kesimpulan
Ketika kita bertobat, diselamatkan, didiami Roh Kudus, proses pengudusan bagi kita mulai terjadi dan berlangsung seumur hidup. Proses itu adalah proses yang menyakitkan tergantung dari betapa cepat kita bisa mendengarkan dan mengikuti tuntunan Roh Kudus dalam hidup kita.
Apabila godaan dunia ini menyebabkan kita tidak bisa mendengarkan teguran yang lembut, Tuhan akan berbicara dengan lebih keras, mencubit, mencambuk, bahkan memukul dengan keras. Semua perbuatan Tuhan ini, menjamin keselamatan yang sudah kita peroleh. Ketika dipanggil pulang ke rumah Bapa di Sorga, kita semua berada dalam status hidup yang kudus.
Tema kekudusan dalam semester ini kiranya memotivasi kita untuk sungguh-sungguh hidup lebih kudus, melayani Tuhan dengan persiapan yang kudus, sehingga kita menikmati harta surgawi yang berlimpah.
Tuhan Yesus memberkati kita semua berlimpah-limpah!
Sumber: KYKY (Kebenaran Yang Kami Yakini) GIKI