Dalam Rm 12:9 dikatakan: “Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik”. Menjauhi yang jahat, artinya tidak terikat pada yang jahat yang memisahkan kita dari kasih Allah. Untuk mengasihi sesama saudara, kita harus memurnikan segala sesuatu di dalam diri kita, karena kasih itu bukan pura-pura. Kasih itu bukan hanya kalimat panjang yang menyentuh, kasih juga bukan suatu bahasa kebohongan yang memiliki motivasi kepentingan sendiri (Fil 2:3-4).
Kasih sejati adalah kasih yang melakukan perbuatan atau tindakan nyata tanpa mengharapkan balasan, sama seperti kasih Tuhan Yesus kepada manusia. Ia tidak memandang siapakah pribadi yang dikasihi oleh-Nya. Kasih sejati dinyatakan oleh Tuhan Yesus secara nyata kepada orang miskin, orang lumpuh, orang yang sakit kusta, orang yang sakit ayan, yang menderita kelaparan dan secara khusus kepada orang berdosa yaitu Saudara dan saya, kita semua. Kasih sejati adalah kasih yang kekal, kasih yang menyelamatkan dan kasih itu tidak berkesudahan.
Ada istilah “aspal” (asli tetapi palsu) dikenakan pada manusia yang mengasihi “basa-basi” yaitu kasih yang pura-pura. Hal ini bisa dilihat dari perilaku orang yang hidup di kota-kota besar. Mudah bagi kita mengeluarkan uang duapuluh ribu rupiah untuk makan siang, tetapi kita ngotot menawar sayur dari abang tukang gerobak, seribu atau dua ribu rupiah. Alangkah indahnya jika manusia memiliki kasih yang tulus dalam memberi.
Banyak sikap dan perbuatan orang Kristen yang awalnya mengasihi tetapi di kemudian hari, kasih itu berubah menjadi kasih yang basa-basi. Kasih yang pura-pura atau basa-basi tidak akan membawa berkat sukacita. Kasih yang basa-basi tidak memiliki tujuan yang mulia, hanya ingin dikenal, dihormati, dihargai. Kasih sejati, tidak mengharapkan balasan apapun, mengasihi dengan tulus, akan membawa berkat bagi yang melakukannya. Kasih yang basa-basi atau pura-pura akan hambar dan tawar.
Barang siapa mengasihi dengan tulus disebut anak-anak Allah. Kita mengasihi karena Tuhan telah mengasihi kita terlebih dahulu. Kita memberi perhatian kepada sesama karena Tuhan telah memperhatikan kita terlebih dahulu.
Mengasihi, tidak berarti hanya melalui pemberian yang bersifat materi. Menepuk pundak seorang sahabat yang sedang bingung, membantu seorang nenek tua menyeberang jalan adalah tindakan kasih. Mengunjungi saudara yang dirawat di rumah sakit atau hadir di rumah duka, adalah tindakan kasih. Mendoakan saudara yang sakit, yang sedang menghadapi masalah adalah juga tindakan mengasihi. (Pdt. Ani)